Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kulit dan kelamin Dr. dr. Fitria Agustina Sp.D.V.E., FINSDV, FAADV mengatakan jagung yang diparut untuk menyembuhkan cacar tidak ada bukti ilmiahnya dan justru bisa meningkatkan risiko infeksi tambahan pada luka atau kulit yang sudah rusak.

“Parutan jagung bisa menyebabkan iritasi pada kulit yang sudah terkena cacar, sehingga memperburuk kondisi kulit dan memperlama penyembuhan,” tulis Fitria melalui wawancara daring, Kamis.

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan, jagung yang diparut merupakan bahan yang tidak steril, dan akan memperburuk infeksi kulit akibat cacar.

Baca juga: 6 cara untuk cegah penularan monkeypox

Untuk menyembuhkan bekas cacar, Fitria menyarankan untuk melakukan perawatan yang sudah dianjurkan dokter seperti salep atau pelembap.

“Untuk penyembuhan bekas luka cacar, perawatan yang dianjurkan adalah menjaga kebersihan kulit dan menggunakan pelembap atau salep yang direkomendasikan oleh dokter,” katanya.

Fitria juga mengatakan, hal yang perlu dilakukan jika kulit terkena infeksi, pasien harus menjaga kulitnya agar tetap kering dan bersih, cuci dengan sabun berbahan ringan dan air yang bersih.

Baca juga: Apakah monkeypox ada di Indonesia?

Gunakan pelembap ringan yang bisa membantu menjaga kelembapan kulit dan mencegah kulit menjadi lebih kering dan iritasi. Jika infeksi sekunder, dokter akan meresepkan antibiotik topikal atau oral untuk meminimalisasi rasa perih yang mungkin ditimbulkan.

“Hindari menggaruk, bisa menyebabkan infeksi menyebar dan memperburuk kondisi kulit,” tambahnya.

Menggaruk atau memencet luka, kata Fitria juga bisa menyebabkan luka menjadi lebih dalam dan berpotensi meninggalkan bekas luka.

Baca juga: Apa itu Monkeypox? Kenali gejala dan ciri-ciri cacar monyet

Dia juga mengingatkan untuk menghindari penggunaan bahan alami yang belum terbukti secara ilmiah seperti jagung yang diparut atau bahan lain yang tidak disarankan oleh dokter.

Hindari pula sinar matahari berlebihan saat proses penyembuhan luka infeksi karena bisa memperparah peradangan dan meningkatkan risiko bekas luka atau hiperpigmentasi.

Baca juga: WHO sebut Mpox bukan "COVID baru"

Baca juga: Kemenkes siapkan 4.450 dosis vaksin guna cegah Mpox tahun ini

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024