Jakarta (ANTARA) - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyebut perdagangan internasional harus dimanfaatkan untuk memperkuat ekonomi nasional.

Peneliti LPEM FEB UI Mohamad Dian Revindo mengatakan, pertumbuhan ekonomi perlu didorong melalui ekspor, karena terbatasnya ruang untuk meningkatkan konsumsi dan pengeluaran pemerintah.

"Juga untuk memperoleh input yang kompetitif dari pasar global untuk penguatan produksi dalam negeri," ujar Revindo melalui keterangan di Jakarta, Kamis.

Namun demikian, perdagangan internasional menghadapi tantangan akibat ketidakpastian situasi global, termasuk konflik Timur Tengah dan krisis Rusia-Ukraina serta gangguan produksi pangan dunia akibat El Nino.

Dalam Trade and Industry Brief LPEM FEB UI Edisi Agustus 2024, disebut bahwa catatan positif pada perdagangan Indonesia Semester 1-2024 ditandai dengan menguatnya terms-of-trade (perbandingan antara harga barang ekspor dan impor) dan menurunnya konsentrasi jenis produk dan asal negara impor.

Baca juga: LPEM FEB UI proyeksi PDB triwulan II 2024 tumbuh 4,97-5,01 persen yoy

Selain itu, menurunnya konsentrasi produk ekspor, meningkatnya permintaan barang modal, dan meningkatnya kontribusi industri pengolahan dalam ekspor.

"Meskipun demikian menurunnya surplus, melambatnya ekspor serta meningkatnya konsentrasi negara tujuan ekspor menempatkan Indonesia pada posisi rentan terhadap guncangan ekonomi global," kata Revindo.

LPEM juga mencatat, untuk memperkuat ekonomi nasional maka perlu adanya penguatan industri, baik melalui hilirisasi maupun hulunisasi, insentif untuk industri berteknologi maupun bernilai tambah tinggi.

Pemanfaatan perjanjian perdagangan internasional penting dilakukan untuk meningkatkan ekspor, meningkatkan diversifikasi produk dan memperluas pasar ekspor.

Baca juga: Penyebab stagnasi pasar mobil baru menurut hasil riset LPEM UI

Tak hanya itu, pemanfaatan perjanjian perdagangan internasional akan memberikan input produksi yang kompetitif dan menjadi bagian dari rantai pasok global, serta mengakses pasar non-tradisional melalui perluasan dukungan pembiayaan, penjaminan dan asuransi ekspor, pemanfaatan perwakilan RI dan kantor promosi perdagangan di luar negeri, serta jaringan diaspora.

Pemerintah disebut tidak boleh lengah dan harus mewaspadai perkembangan Semester 2-2024, meski industri manufaktur sempat menunjukkan kinerja perdagangan yang positif pada Semester 1.

Hal ini terjadi lantaran pada Juli 2024, ekspansi industri manufaktur Indonesia masih tertahan, ditandai dengan Purchasing Managers' Index yang kurang dari 50 untuk pertama kalinya dalam 34 bulan terakhir dan juga surplus neraca perdagangan pada Juli 2024 juga semakin menipis (470 juta dolar AS).

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024