Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns mendukung upaya pemanfaatan wilayah di Kota Tua, Jakarta sebagai sarana mempelajari sejarah termasuk sejarah antara Belanda dengan Indonesia.

Hal itu disampaikan Dubes Grijins pada Rabu usai berkeliling melihat House of Tugu Old Town Jakarta, sebuah bangunan milik warga Indonesia keturunan China di kawasan Kota Tua.

House of Tugu Old Town memiliki ratusan koleksi artefak yang berasal dari zaman dahulu seperti era Dinasti Ming hingga era kepemimpinan presiden pertama Indonesia, Soekarno.

“Kota Tua kini menjadi jauh lebih menarik dibandingkan, katakanlah, 10 tahun yang lalu," kata Dubes Grijns.

"Ketika saya masih mahasiswa di sini pada 1980-an, Kota Tua tidak terlalu aman, kotor, dan lalu-lintasnya padat. Apa yang Anda lihat sekarang, Kota Tua menjadi jauh lebih menarik bagi pariwisata,” katanya.

Dubes menuturkan bahwa wisatawan asal Belanda, maupun dari negara lain seperti Prancis, Singapura, atau Australia, akan senang berada di bagian kota yang memiliki nilai sejarah.

Terlebih jika kota tersebut bersih, aman, dan memiliki hotel yang bagus.

Ia mengakui bahwa Belanda dan Indonesia memiliki masa lalu yang kelam, namun, menurutnya, anak-anak muda tidak boleh melupakan sejarah Indonesia yang sangat panjang.

Anak-anak muda perlu belajar dari masa kolonial agar mampu menciptakan masa depan yang lebih baik.

“Saya juga, sebagai duta besar, sangat siap mengakui masa-masa sulit dari masa kolonial. Tetapi kita harus mempelajarinya, dan kita harus menghadapinya," kata Dubes yang fasih berbahasa Indonesia itu.

"Dari mempelajari tentang masa-masa itu, periode waktu itu, kita mungkin dapat melihat ke masa depan, dan juga belajar tentang identitas kita sendiri,” tuturnya.

Lebih lanjut, Grijins berharap agar Anhar Setjadibrata selaku pendiri dari Tugu Grup membuka bangunan yang terletak di kawasan Kota Tua itu untuk publik dan menjadi bagian dari transformasi kawasan Kota Tua.

“Ini adalah kisah tentang keluarga, sang ayah dan para pendahulunya, tetapi juga kisah tentang keluarga Peranakan, generasi komunitas China di Indonesia dan itu membuat tempat ini menjadi sangat istimewa," katanya.

"Ini adalah tempat di mana Anda dapat memahami kedalaman dan pentingnya kisah itu,” jelas Grijns lagi.

Pada kesempatan yang sama, Anhar menjelaskan bahwa House of Tugu Old Town Jakarta membutuhkan pembangunan selama hampir 20 tahun.

Sementara pengumpulan koleksi barang-barang sejarah telah dimulai sejak 57 tahun lalu.

Dirinya memiliki keinginan untuk menjadikan Jakarta terutama kawasan Kota Tua sebagai tempat yang kaya akan seni, sejarah, dan budaya Indonesia.

Menurutnya, Kota Tua merupakan tempat yang menjadi sejarah kependudukan Belanda yang kini menjadi bagian dari sejarah Indonesia.

Kendati demikian, dirinya mengaku masih mempertimbangkan untuk membuka bangunan yang sarat akan sejarah tersebut untuk publik karena khawatir tidak semua kalangan masyarakat dapat menerima cerita dari masa lalu.

“Prinsipnya untuk publik. Tetapi, dalam keamanan ini kan kita tahu mereka belum siap.Belum siap berhubungan dengan fakta sejarahnya,” kata dia.

Baca juga: Dubes yakin hubungan RI-Belanda terus kuat di tengah transisi pemimpin
Baca juga: "Ngabuburit" di Pekojan, menyusuri masjid bersejarah di Kota Tua
Baca juga: Menelusuri sejarah jurnalistik Indonesia di ANTARA Heritage Center

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024