"Untuk itu Komnas Perempuan merekomendasikan agar partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu dalam mengusung pasangan calon untuk cermat dan melakukan penelusuran rekam jejak terkait kekerasan berbasis gender. Jika teridentifikasi sebagai pelaku, jangan diusung atau dicalonkan," kata Anggota Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Seruan untuk memilih calon kepala daerah yang diketahui merupakan pelaku atau resisten pada upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dilepaskan dari angka kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya.
Alimatul Qibtiyah mengutip Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023, yang melaporkan sekurangnya ada 339.782 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Selain itu, masih ada 305 kebijakan diskriminatif yang berlaku di berbagai daerah yang menyasar dan berdampak terhadap perempuan, seperti kebijakan diskriminatif atas nama agama, moralitas, pemaksaan busana keagamaan yang berdampak pembatasan, pembedaan, pelecehan, pengucilan, dan atau pengabaian terhadap perempuan.
Upaya ini penting, karena menurut dia, perspektif kepala daerah akan berkontribusi pada penyusunan program-program strategis perempuan dan meningkatkan status perempuan agar lebih setara dengan laki-laki.
Adapun program yang dimaksud tidak terbatas pada dukungan penuh terhadap UPTD PPA, pengarusutamaan gender, dan peningkatan terhadap akses pendidikan, kesehatan, dan keadilan untuk warganya.
"Kepala daerah akan memimpin upaya-upaya penghapusan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di daerahnya. Karenanya, mereka harus memiliki perspektif dan keberpihakan terhadap perempuan," kata Alimatul Qibtiyah.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024