Palangka Raya (ANTARA) - Ketua Pengurus Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jamartin Sihite mengatakan 300 lebih orang utan yang saat ini sedang dalam masa perawatan menunggu pelepasliaran.

"Saat ini, lebih dari 300 orang utan masih menunggu untuk dilepasliarkan, dan upaya ini memerlukan kerja sama yang erat dari semua pihak," katanya saat dikonfirmasi dari Palangka Raya, Rabu.

Dalam melaksanakan upaya konservasi, BOS selalu bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), baik di Kalimantan Timur maupun Kalimantan Tengah.

"Orang utan yang diselamatkan mendapatkan perawatan intensif dan belajar keterampilan dasar yang sangat penting untuk pemulihan dari trauma," katanya.

Proses rehabilitasi diawali di Sekolah Hutan, tempat mereka belajar memanjat, mencari makan, dan berinteraksi dengan sesama orang utan, serta mempersiapkan diri untuk dapat hidup mandiri di alam liar.

Para individu orang utan Kalimantan yang dalam perawatan tersebut, sebagian hasil penyelamatan dampak konflik satwa dengan manusia. Usia satwa ini ada yang belia hingga dewasa.

Baca juga: Desa Ramah Satwa, solusi mencegah konflik warga dengan orang utan

Perawatan yang dilakukan, seperti mengajarkan individu orang utan untuk hidup di alam liar. Sebagian yang tidak memungkinkan untuk kembali ke alam akan hidup di penangkaran dengan aktivitas secara berkala dan berkelanjutan dipantau untuk memastikan orang utan tersebut dalam kondisi sehat.

"Sejak didirikan tahun 1991, Yayasan BOS telah ada 533 individu orang utan yang dilepasliarkan," kata Jamartin saat dikonfirmasi terkait dengan Hari Orangutan 2024.

Dia menerangkan wilayah pelepasliaran orang utan meliputi Hutan Lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah dengan luas 35,000 hektare, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Tengah seluar 27,472 hektare, dan Hutan Konsesi Restorasi Ekosistem Kehje Sewen, Kalimantan Timur seluas 86,593 hektare.

Dia mengatakan Hari Orangutan momen tepat untuk merenungkan perjalanan konservasi orang utan yang secara bersama-sama dikerjakan dan diperjuangkan. Setiap orang utan yang berhasil kembali ke habitat sebagai hasil kerja keras dan dedikasi semua pihak.

"Mari kita teruskan komitmen bersama untuk masa depan yang lebih baik bagi orang utan dan hutan tempat mereka hidup," katanya.

Dia mengatakan upaya konservasi tanggung jawab bersama yang hanya dapat terwujud melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), sektor swasta, dan masyarakat umum.

"Dengan kerja sama yang solid, kita dapat melindungi dan melestarikan hutan serta spesies yang ada di dalamnya," kata Jamartin.

Dia mengajak semua pihak terus berpartisipasi dan memberikan dukungan demi keberlangsungan hidup orang utan.

Kepala BKSDA Kalteng Persada Agussetia Sitepu mengatakan bahwa bermitra dengan organisasi nonpemerintah, seperti BOS, salah satu upaya mengoptimalkan  program konservasi.

"Dalam rangka konservasi dan mencegah konflik antara manusia dan orang utan, diperlukan pendekatan yang holistik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, perusahaan, dan masyarakat lokal," katanya.

Baca juga: KSP pastikan pembangunan IKN tak ganggu kehidupan orang utan
Baca juga: Bayi orang utan lahir di pusat reintroduksi cagar alam Aceh Besar
Baca juga: BKSDA Kalbar pantau aktivitas orang utan di Kayong Utara





 

Pewarta: Rendhik Andika
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024