tidak dapat dilakukan upaya 'restorative justice'
Jakarta (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta menegaskan bahwa proses hukum kasus eksploitasi seksual anak perempuan di bawah umur di Tambora, Jakarta Barat (Jakbar) berlanjut sehingga tak ada opsi diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif (restorative justice/RJ).

"Bahwa kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun itu delik murni, terlebih kasus eksploitasi seksual yang melibatkan anak sebagai korban. Jadi, tidak dapat dilakukan upaya 'restorative justice'," kata Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary menjawab pers di Jakarta, Selasa.

Penegasan tersebut terkait kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Tambora, Jakarta Barat yang melibatkan pelaku NE (21).

NE diduga menjual keperawanan korbannya berinisial I (15) dengan modus menjanjikan sejumlah uang dan keuntungan lain kepada korban. 

Oleh karena itu, pihaknya meminta aparat berwajib untuk melanjutkan kasus tersebut kendatipun jika ada upaya perdamaian dari pelaku atau pihak yang terlibat.

Baca juga: UPT P3A DKI dampingi korban eksploitasi seksual daring
Baca juga: PPAPP DKI dampingi anak yang jadi korban perdagangan orang di Jakbar


"Jika ada suatu perdamaian maka aparat penegak hukum wajib melanjutkan perkara ini," kata Mochamad.

Lebih lanjut, kata Mochamad, jika ada konsesi dari upaya perdamaian, maka hal itu seharusnya dibiarkan menjadi pembelaan bagi kuasa hukum pelaku.

"Hasil perdamaian biarkan menjadi pembelaan bagi kuasa hukum terdakwa atau pertimbangan jaksa penuntut umum untuk menuntut lebih rendah atau hakim memutus lebih rendah dari hukuman yang diatur dalam peraturan perundang- undangan yang relevan," kata Mochamad.

Mochamad juga menyoroti kondisi perekonomian keluarga korban yang tergolong susah yakni ibunya adalah seorang janda yang harus menghidupi tiga orang anak.

"Kerentanan korban itu makin diperuncing kondisi ekonomi keluarga yang tidak mumpuni, dalam kasus ini ibu kandung korban sebagai orang tua tunggal (single parent) yang harus menghidupi ketiga anaknya itu luput dalam pengawasan," kata dia.

Baca juga: Pelaku perdagangan orang di Tambora Jakbar terancam 15 tahun penjara
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta perkuat gugus tugas pencegahan TPPO


Selain itu gaya hidup korban yang mewah tanpa bimbingan orang tua juga mengakibatkan korban mudah tergoda iming-iming pelaku.

"Belum lagi pengaruh gaya hidup selebritas yang dipertontonkan tanpa bimbingan dari orang tua juga mempengaruhi anak sehingga tergoda akan iming-iming dan bujuk rayu pelaku," kata Mochamad.

Pihaknya berkomitmen melakukan pendampingan, penanganan, pelindungan serta berkoordinasi dengan pihak-pihak yang lain dalam rangka pemenuhan hak kepada korban.

"Pemprov DKI Jakarta mendukung langkah proses penegakan hukum dan siap berkolaborasi untuk kepentingan terbaik bagi anak," kata Mochamad.

Sebelumnya, polisi  mengungkapkan bahwa seorang wanita berinisial NE (21) yang menjadi pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Tambora, Jakarta Barat, menjual keperawanan korbannya berinisial I (15) dengan modus menjanjikan sejumlah uang kepada korban tersebut.

Baca juga: Polisi temukan tiga kali kasus perdagangan orang di Kalibata City
Baca juga: Kemenkumham sebut pelaku TPPO incar lulusan SMA yang cari gaji tinggi

 

Kasus tersebut terbongkar setelah orang tua korban mendapatkan informasi bahwa keperawanan anaknya telah dijual oleh pelaku sehingga orang tua korban melaporkannya ke Polsek Tambora.

"Pelaku NE (21), seorang wanita, telah kami tangkap. Kasus ini terungkap berkat kecurigaan orang tua korban yang melaporkan kepada kami setelah mengetahui anaknya dijual untuk kepuasan nafsu pria," kata Kapolsek Tambora Kompol Donny Agung Harvida, Senin (19/8).

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024