Jakarta, (ANTARA News) - Ketua Laboratorium Biolingkungan FMIPA Universitas Airlangga Agoes Soegianto mengungkapkan, lumpur panas Sidoarjo aman apabila dibuang ke perairan karena tidak mengandung limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). "Hasil pengujian laboratorium membuktikan lumpur tersebut tidak berbahaya," katanya di Jakarta, Rabu (20/9). Agoes yang juga pakar ekotoksikologi mengatakan, setelah melalui beberapa tahap pengujian, kandungan bahan kimia yang terkandung dalam lumpur tersebut berada di bawah baku mutu yang berlaku. Bahkan, lanjutnya, lebih dari 85 persen parameter bahan kimia yang diukur berada di bawah batas deteksi alat yang berarti sangat aman. Sebelumnya, pemerintah menyiapkan sejumlah alternatif penanganan lumpur termasuk membuangnya ke laut. Namun, kalangan aktivis lingkungan mengkhawatirkan lumpur akan melayang-layang di dalam air dan membunuh kehidupan biota air mengingat sulitnya lumpur dipisahkan dari air, karena bersifat koloid dan suspensi. Langkah pembuangan lumpur semakin mendesak dilakukan mengingat sebentar lagi memasuki musim penghujan yang dikhawatirkan semakin membahayakan keselamatan warga sekitar. Sejumlah warga sekitar juga telah meminta pemerintah mementingkan keselamatan nyawa manusia ketimbang hewan dan tumbuhan. Menurut Agoes, pengujian toksikologi dilakukan dengan tiga metode, yaitu toxicity characteristic leaching procedure (TCLP), LD50 (letal dosis 50), dan LC50 (letal concentration). Uji TCLP dan LD50 dilakukan di laboratorium Sucofindo dan Corelab. Sedangkan uji LC50 dilakukan di Bogorlab. TCLP dilakukan untuk menguji semua bahan yang belum diketahui karakteristiknya. Sementara LD50 dilakukan untuk menguji dosis bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Sedangkan LC50 untuk menguji konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Menurut dia, setelah dilakukan pengujian dengan tiga metode tersebut, diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3. Dari pengujian TCLP, diketahui lumpur mengandung bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, dan Sianida Bebas, serta organik misal Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, dan Chloroform. "Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu," ujarnya. Menurut dia, kandungan Arsen paling tinggi 0,045 mg per liter sedangkan baku mutu menurut PP No 18 Tahun 1999 adalah 5 mg per liter, Barium paling tinggi hanya 1,066 mg per liter sedang baku mutu 100 mg per liter. Demikian pula, Boron maksimal hanya 5,097 mg per liter (baku mutu 500 mg per liter), Timbal maksimal 0,05 mg per liter (baku mutu 5 mg per liter), Raksa hanya 0,004 mg per liter (baku mutu 0,2 mg per liter), dan Sianida Bebas di bawah 0,02 mg per liter (baku mutu 20 mg per liter). Sementara, kandungan Trichlorophenol rata-rata kurang dari 0,017 mg per liter (baku mutu 2 mg per liter untuk 2,4,6 Trichlorophenol dan 400 mg per liter untuk 2,4,4 Trichlorophenol). Agoes menambahkan, hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut juga tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. Hasil pengujian menunjukkan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar yang berlaku, lumpur dikatakan beracun apabila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg per liter SPP. Sedang hasil pengujian LD50 terhadap tikus (mus musculus) menunjukkan, nilai LD50 lumpur tersebut adalah 31.250 mg per kg berat badan. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No 74/2001 tentang Pengelolaan B3 disebutkan bahwa lumpur dikatakan relatif tidak berbahaya bila mempunyai nilai LD50 sama atau lebih besar dari 15.000 mg per kg berat badan.(*)
Copyright © ANTARA 2006