Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan pihaknya akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pekan depan yang di dalamnya akan mendalami dugaan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) untuk mendukung calon perseorangan pada Pilkada Jakarta 2024.

"Kami tidak perlu memverifikasi, hari Sabtu (26/8) kami akan konsinyering dengan KPU menyangkut PKPU segala macam, dan Senin-nya atau Selasa-nya kami akan RDP (rapat dengar pendapat) mengenai ini semua," kata Junimart di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Junimart mengatakan pihaknya akan mendorong KPU untuk bersikap tegas terhadap calon kepala daerah (daerah) yang melakukan pencatutan NIK untuk menggaet dukungan.

"Saya akan sampaikan kepada KPU supaya men-dis (diskualifikasi) itu yang begitu, tidak boleh juga melegalkan dengan alasan walaupun itu (sudah) dikeluarkan NIK yang ternyata tanpa izin dari yang bersangkutan, dan cakada itu masih memenuhi kuota maka mereka tetap maju, saya tidak akan pernah setuju terkait hal itu," jelasnya.

Dia menyebut pihaknya juga akan menegaskan kepada penyelenggara pemilu untuk mengedepankan netralitas dalam menghelat Pilkada 2024.

Terlebih, lanjut dia, saat ini KPU dipimpin oleh Mochammad Afifuddin sebagai Ketua KPU RI secara definitif menggantikan Hasyim Asy'ari yang beberapa waktu lalu dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Kami akan tegas mengenai hal itu supaya KPU, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dan DKPP itu betul-betul netral, betul-betul bekerja dan tidak mengulangi seperti kejadian sebelumnya. Saya kira ini yang perlu untuk KPU," katanya.

Sebab, dia memandang pencatutan data KTP untuk dukungan kepada calon perseorangan merupakan persoalan etika, yang tidak cukup dikenakan sanksi pidana.

"Saya dapat info-info terakhir bahwa KPU DKI menyatakan kalaupun dikurangi dari NIK yang ternyata tidak izin oleh yang bersangkutan, tetap memenuhi syarat. Kalau saya berpikir sebenarnya bukan masalah memenuhi atau tidak memenuhi syarat, ini masalah etika bahwa seseorang calon kepala daerah yang mempergunakan NIK tanpa izin orang lain, kan ini pidana," tuturnya.

Untuk itu, dia mempertanyakan kualitas pemimpin yang melakukan pencatutan NIK demi meraih dukungan pencalonan.

"Bagaimana mungkin nanti ketika dia memimpin dengan pola begitu, kualitasnya akan begitu penuh dengan ketidakjelasan nantinya," kata dia.

Sebelumnya, KPU Provinsi DKI Jakarta menetapkan bakal pasangan calon perseorangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana memenuhi syarat untuk maju pada Pilkada Jakarta 2024.

"Kami pastikan pada pukul 23.25 WIB, kami mengeluarkan surat keputusan KPU DKI Jakarta tentang pemenuhan syarat dukungan pasangan calon perseorangan," kata Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata di Jakarta, Selasa.

Adapun Polda Metro Jaya telah berkomunikasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait penghentian pengusutan kasus pencatutan Nomor Induk Kepegawaian (NIK) warga DKI Jakarta untuk mendukung calon perseorangan, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.

"Telah berkomunikasi juga dengan Bawaslu karena berdasarkan UU 10 Tahun 2016 rekan-rekan dari Bawaslu bahwa Polda Metro Jaya pada awalnya menerima laporan tersebut untuk melayani masyarakat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Jakarta, Selasa.

Ade Ary menjelaskan, laporan tersebut bakal ditangani oleh Bawaslu karena hal tersebut telah diatur dalam Pasal 185A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Baca juga: Komisi II minta KPU selesaikan permasalahan pencatutan NIK di pilkada

Baca juga: Komisi II DPR: Putusan MK soal ambang batas harus dituangkan ke PKPU

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024