Moskow (ANTARA) - Pemimpin politik gerakan Palestina Hamas, Yahya Sinwar, menganggap putaran terbaru negosiasi terkait gencatan senjata di Jalur Gaza sebagai "gertakan" yang digunakan Israel untuk mengulur waktu guna melancarkan kampanye militer, lapor Wall Street Journal, mengutip mediator Arab.

Di sisi lain, Kepala Biro Politik Hamas juga berharap dapat meningkatkan tekanan pada Israel dengan memperluas konflik bersenjata, termasuk dengan melancarkan serangan dari Tepi Barat, klaim publikasi tersebut.

Pada Minggu lalu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ia terus bekerja untuk mempercepat kesepakatan Gaza yang akan memaksimalkan jumlah sandera yang dibebaskan dan menegaskan bahwa tentara Israel tetap berada di koridor di perbatasan antara Gaza dan Mesir.

Pembicaraan gencatan senjata Gaza diadakan di Doha minggu lalu dengan melibatkan Qatar, Mesir, Amerika Serikat, dan Israel.

Pihak kepemimpinan Hamas menolak untuk berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut karena kurangnya kejelasan mengenai syarat-syarat gencatan senjata.

Dalam sebuah pernyataan bersama oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir yang dirilis oleh kantor Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi, disebutkan bahwa para mediator telah mengajukan proposal gencatan senjata kepada Israel dan Hamas yang mempersempit perbedaan antara kedua belah pihak.

Pembicaraan yang berlangsung di ibu kota Qatar, Doha, pada hari Kamis dan Jumat tersebut bersifat serius dan konstruktif serta berlangsung dalam suasana yang positif, kata pernyataan itu.

Pejabat tinggi pemerintah dari Mesir, Amerika Serikat, dan Qatar akan bertemu di Kairo dalam waktu dekat dengan harapan mencapai kesepakatan sesuai dengan syarat yang diajukan pada Jumat.

Sumber : Sputnik
Baca juga: Jumlah warga Palestina yang tewas di Gaza tembus 40.099 orang
Baca juga: Hamas kecam keputusan Israel mengintensifkan serangan di Gaza
Baca juga: Negosiasi Hamas-Israel, kesempatan terakhir gencatan senjata


Penerjemah: Primayanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024