Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. DR. Dr. Rini Sekartini Sp.A(K) mengatakan bahwa orang tua perlu memperhatikan kemampuan anak jika ingin mengajarkan lebih dari satu bahasa kepada anak.

"Salah satu yang dipentingkan dalam mempelajari bilingual adalah kemampuan reseptif otak pada awal kehidupan, artinya dia mengerti apa yang disampaikan dan juga lingkungan yang kaya akan stimulasi, menyenangkan, dan konsisten itu diperlukan supaya hasilnya menjadi lebih baik," kata Rini dalam diskusi daring bertajuk "Plus Minus Mengajarkan Bilingual pada Anak" yang diikuti dari Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan bahwa umumnya anak berusia nol sampai tiga tahun belum bisa membedakan bahasa dengan baik. Namun, setelah berusia tiga tahun anak biasanya dapat memahami dan membedakan bahasa yang digunakan oleh lawan bicara.

Menurut dia, respons anak terhadap paparan lebih dari satu bahasa pada usia dini dipengaruhi oleh proporsi paparannya.

"Kalau awal kehidupan sudah menggunakan dua bahasa tapi ada satu yang lebih dominan dan mereka lebih respons pada bahasa tersebut, mungkin yang satu lebih ditingkatkan, atau lebih mudah mengerti dalam bahasa Indonesia. Jadi, harus diperhatikan satu persatu," katanya.

Baca juga: Manfaat mengajarkan lebih dari satu bahasa kepada anak

Baca juga: Buku bacaan cetak masih dibutuhkan untuk anak usia dini

​​​​​​​Rini juga mengemukakan bahwa tidak ada penelitian yang membuktikan anak-anak yang diajari lebih banyak bahasa pada usia dini akan mengalami keterlambatan bicara.

Namun demikian, ia melanjutkan, anak-anak yang monolingual atau hanya menguasai satu bahasa umumnya memiliki lebih banyak kosa kata dibandingkan dengan anak-anak bilingual.

Ia mengatakan bahwa pengajaran lebih dari satu bahasa berdasarkan kemampuan umumnya tidak menimbulkan masalah pada anak dengan tingkat kecerdasan normal.

Jika kemampuan berbahasa anak malah susah berkembang karena diberi stimulasi menggunakan dua bahasa, ia mengatakan, maka orang tua sebaiknya menghentikan pengajaran salah satu bahasa.

"Kita harus drop salah satunya, karena kalau anak tersebut harus masuk ke dalam skema intervensi, terapis hanya bisa satu bahasa, misal bahasa Indonesia," katanya.

"Jadi, perlu benar kita perhatikan kemampuan perkembangan bicara bahasanya, terutama pada usia dua tahun," ia menambahkan.

Ia mengatakan bahwa orang tua sebaiknya memberikan stimulasi secara proporsional melalui interaksi langsung, bukan menggunakan gawai, dalam mengajarkan bahasa kepada anak.

Baca juga: Tiga penyebab anak terlambat bicara

Baca juga: Kasih sayang negatif bisa jadi penyebab anak terlambat bicara

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024