Jambi (ANTARA) - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengerahkan tim antropolog untuk mendampingi masyarakat Suku Anak Dalam di Batanghari, Jambi hingga bisa beradaptasi dengan peradaban tanpa harus meninggalkan kebudayaan luhur mereka.

"Hari ini akan mulai saya tugaskan khusus untuk staf Kemensos yang latar belakangnya antropolog. Untuk, apa namanya, memitigasi ini," kata dia saat ditemui setelah temu wicara dengan Temenggung Suku Anak Dalam di Batanghari, Jambi, Selasa.

Ia menjelaskan Kemensos dan kementerian terkait lainnya sudah berulang kali menyalurkan bantuan pembangunan yang mendekatkan mereka dengan peradaban lingkungan luar bersama masyarakat setempat.

Bantuan itu, antara lain mulai dari membangunkan rumah layak huni lengkap dengan fasilitas komputer untuk anak sekolah daring, televisi, ruang pemeriksaan kesehatan, dan lahan untuk mereka kelola.

Namun, kata dia, upaya pemerintah sebelumnya itu selalu belum seutuhnya berhasil karena masyarakat Suku Anak Dalam memiliki budaya berpindah permukiman dan fasilitas yang sudah disediakan itu diterlantarkan mereka.

Budaya berpindah atau disebut dengan Melangun itu pasti akan dilakukan oleh setiap kelompok masyarakat Suku Anak Dalam, terutama saat salah satu anggota keluarga meninggal dunia.

Berdasarkan pengakuan salah satu Temenggung kepada Menteri Sosial Risma, budaya Melangun dilakukan mereka untuk menenangkan diri dan meninggalkan kesedihan mereka, jangkauan perjalanan mereka jauh di dalam hutan dan bisa sampai satu tahun sebelum berpindah lagi.

"Jika tidak Melangun dan tetap tinggal di tempat sama saat ada keluarga yang meninggal, bisa ada peristiwa bunuh diri atas kesedihan yang mereka alami," kata dia didampingi Ketua DPRD Jambi Edi Purwanto.

Baca juga: Kemensos siapkan rumah kawasan untuk Suku Anak Dalam Jambi

Selain mengerahkan tim antropolog, Kemensos menggandeng anggota organisasi kemasyarakatan KKI Warsi untuk mencarikan solusi yang mendorong Suku Anak Dalam meninggalkan budaya berpindah itu.

"Ini sudah pernah berhasil pada beberapa Temenggung. Mereka tinggal menetap di rumah yang diberikan pemerintah, berhasil mengelola lahan untuk bercocok tanam, dan masih tetap beraktivitas di dalam hutan tinggal beberapa yang kelompok lainnya saja," kata dia.

Kepala Desa Hajran Muhamad Adip mengatakan pihaknya mendukung inisiasi dilakukan Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk memberikan pendampingan secara optimal kepada masyarakat Suku Anak Dalam.

Lebih dari 54 kepala keluarga atau 140 masyarakat Suku Anak Dalam hidup di Kabupaten Batanghari. Mereka hidup tersebar di kawasan hutan Desa Hajran, Jeluti, dan Ulak Besar.

Namun, ia mengakui, budaya berpindah seperti itu menjadi tantangan tersendiri untuk memastikan anak-anak Suku Anak Dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia mengungkapkan hampir sebagian besar masyarakat Suku Anak Dalam di wilayahnya memiliki kemampuan yang baik dalam aktivitas bercocok tanam, mengelola pohon karet, kelapa sawit, dan meniagakan. Bahkan, sampai perusahaan perkebunan kelapa sawit mempercayakan mereka sebagai pekerja di sebagian lahan karena kemampuan itu.

"Ya kita hargai mereka memang hidup di hutan, Tapi kan anak-anak mereka butuh sekolah demi kemajuan generasi suku mereka sendiri, paling tidak jangan berpindah. Kalau mereka masih begitu jadi saat ini kita yang serba salah. Hal ini yang perlu dipahami oleh para Temenggung dan orang tua masyarakat Suku Anak Dalam," ujarnya.

Baca juga: Anak-anak Suku Anak Dalam Jambi rayakan kemerdekaan RI bareng Kemensos
Baca juga: Unja beri pendampingan penggunaan obat tradisional Suku Anak Dalam

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024