Jakarta (ANTARA News) - Menyusul mantan Presiden B.J. Habibie yang membuat buku memoar mengenai detik-detik pertamanya di tampuk kekuasaan setelah lengsernya Soeharto, mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga akan meluncurkan sebuah buku. Buku Gus Dur akan diluncurkan Kamis malam di sebuah hotel berbintang di Jakarta sekaligus merayakan HUT ke-2 The Wahid Institute. Sejumlah pemimpin redaksi media telah menerima undangan dari Yenni Wahid, puteri Gus Dur. Belum diketahui judul dan apa isi buku mantan Presiden. Yang sudah pasti, apapun yang mengenai Gus Dur pasti menarik perhatian media. Sebelumnya, tersiar kabar bahwa yayasan milik Gus Dur digunakan oleh aparat intelijen untuk melobi Kongres Amerika Serikat. Mengenai hal ini, Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid, menegaskan ayahnya tak pernah terlibat lobi dengan Kongres AS terkait embargo senjata pada TNI. Ia juga menyayangkan penggunaan nama yayasan Gus Dur (Gus Dur Foundation/GDF) untuk bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam menyewa sebuah perusahaan lobi di Washington guna mendesak pemerintah AS mencabut embargo itu. "Gus Dur sendiri tidak tahu GDF digunakan untuk itu. Jangankan menandatangani, bentuk dan isi perjanjiannya seperti apa juga tidak tahu," kata Yenny kepada pers. Kasus itu, kata Yenny, berawal dari pembicaraan antara Gus Dur dengan pejabat BIN, M As`ad, dalam kapasitas pribadi. Sebagai sesama orang NU, katanya, antara Gus Dur dan As`ad saling kenal. Pada satu kesempatan, As`ad pernah mengatakan pada Gus Dur untuk meminjam namanya demi kepentingan bangsa dan Gus Dur pun tidak keberatan. Tapi, kata Yenny, saat itu As`ad tidak menjelaskan untuk kepentingan apa nama Gus Dur - yang disebut As`ad masih diperhitungkan orang-orang AS, untuk digunakan. "Jadi, itu pembicaraan antar-pribadi dan bukan atas nama lembaga. Kalau Pak As`ad datang sebagai institusi BIN, tentu Gus Dur tidak akan memberi izin," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006