Konsumen Singapura juga lebih optimis dengan kondisi ekonomi lokal dan keuangan pribadi dibandingkan konsumen negara-negara lain di ASEAN. 

Singapura, (ANTARA/PRNewswire)- Konsumen Singapura optimis dengan kondisi ekonomi nasional dan keuangan pribadi, namun mengeluhkan inflasi dan generasi muda yang belum memiliki kesiapan finansial. Hal ini tercantum dalam publikasi riset terbaru UOB, "ASEAN Consumer Sentiment Study (ACSS) 2024".

Hampir tujuh dari 10 responden Singapura (68%) merasa positif dengan kondisi ekonomi saat ini di Singapura, meningkat 20 poin persentase dari angka tahun lalu, menurut riset UOB ACSS 2024[1] . Tingkat optimisme Singapura juga 14 poin persentase lebih tinggi dari angka rata-rata regional.

Inflasi yang terus terjadi masih menjadi kekhawatiran terbesar bagi konsumen ASEAN tahun ini. Meski demikian, tingkat kekhawatiran tersebut menurun di kalangan konsumen Singapura untuk seluruh isu finansial yang dikaji dalam riset edisi 2024. Tren ini kemungkinan merupakan bentuk dukungan konsumen atas langkah-langkah yang ditempuh pemerintah Singapura agar ekonomi nasional mampu bertahan dari volatilitas ekonomi dunia, seperti Assurance Package, CDC voucher, dan GST voucher.

Namun, dalam segmen terbaru tentang literasi finansial, ACSS 2024 mengungkap, lebih dari satu di antara empat generasi muda berusia 18-25 tahun di Singapura tidak memenuhi pedoman Monetary Authority of Singapore (MAS) dan Panduan Perencanaan Keuangan Dasar (Basic Financial Planning Guide). Berdasarkan tren ini, berbagai langkah yang lebih terarah harus dijalankan demi meningkatkan kesiapan finansial generasi muda.

"Kami gembira melihat sentimen yang lebih positif di kalangan konsumen Singapura pada tahun ini. Artinya, Singapura telah bekerja dengan baik sehingga warganya mampu menghadapi kondisi ekonomi yang tak menentu. Generasi muda di negara ini sangat optimis dengan masa depan finansial mereka, dan sentimen positif tersebut membuat negara mana pun merasa bangga," ujar Jacquelyn Tan, Head, Group Personal Financial Services, UOB.

"Kendati demikian, ACSS 2024 menyoroti bahwa generasi muda Singapura harus memperkuat kesiapan finansial. Kami yakin, generasi muda akan mengambil langkah-langkah positif, misalnya, membuat anggaran dana darurat yang jumlahnya memadai, serta berinvestasi demi masa depan. Generasi muda juga membutuhkan dukungan untuk program asuransi dan perencanaan warisan. Lebih lagi, generasi muda dapat menikmati kehidupan yang lebih baik sekaligus mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi yang tidak terduga. Kami ingin membantu konsumen muda mencapai gaya hidup yang diinginkannya, serta mempersiapkan dana cadangan untuk kondisi yang tidak menentu dalam kehidupan."

Kekhawatiran resesi menurun di Singapura, konsumen mengharapkan kondisi keuangan yang lebih baik dalam jangka pendek

Tingkat optimisme konsumen Singapura yang lebih baik dari angka regional terjadi di tengah pasar tenaga kerja yang ketat. Hal ini terlihat jelas dari rasio lowongan kerja-pencari kerja yang tinggi, serta angka pengurangan tenaga kerja yang masih sedikit terjaga. Lebih lagi, momentum pertumbuhan Singapura dapat diperkuat pada Semester II-2024, terutama dengan tingkat permintaan eksternal yang semakin pulih jika bank sentral di negara-negara maju mulai atau terus menurunkan tingkat suku bunga sehingga menggerakkan investasi dan konsumsi di pasar luar negeri.

Sentimen ini juga tecermin dari tingkat ekspektasi tahunan yang menurun 10 poin persentase terkait kemungkinan resesi besar yang terjadi tahun depan. Jumlah konsumen Singapura yang meramalkan terjadinya resesi besar dalam jangka pendek pun menurun 12 poin persentase dari angka rata-rata regional yang relatif tidak berubah dari tahun lalu.

Konsumen Singapura merasa lebih yakin dengan status keuangannya, dan 78% di antaranya meramalkan kondisi keuangan yang lebih baik pada tahun depan, naik sebesar 8 poin persentase dari tahun lalu. Generasi Z dan Y merupakan responden yang paling optimis, optimisme masing-masing generasi tersebut mencapai 88% dan 81%. Dengan tingkat optimisme sebesar 73%, Generasi X mengalami kenaikan terbesar yang mencapai 14 poin persentase, sedangkan Generasi Baby Boomer tercatat sebagai responden dengan tingkat optimisme terendah, yakni 54%.

Lonjakan inflasi masih menjadi kekhawatiran terbesar bagi konsumen ASEAN, 63% di antaranya memiliki kekhawatiran tersebut. Hal ini diikuti biaya rumah tangga (58%), serta merosotnya nilai tabungan dan kepemilikan aset (52%). Angka kekhawatiran tersebut relatif sama dari angka 2023, menunjukkan isu-isu ini telah berlangsung terus menerus. Menyikapi isu-isu finansial serupa, konsumen Singapura memiliki tingkat kekhawatiran yang lebih rendah dibandingkan konsumen lain di ASEAN. Porsi konsumen Singapura yang merasa khawatir akibat inflasi menurun 16 poin persentase menjadi 55%. Sementara, konsumen yang mengkhawatirkan biaya rumah tangga dan penurunan nilai investasi atau kepemilikan aset masing-masing anjlok 12 poin persentase menjadi 52% dan 47%.

Sejumlah kebijakan diberlakukan pemerintah Singapura dalam anggaran pengeluaran dan belanja negara 2024, seperti insentif tambahan CDC voucher bagi keluarga senilai $600, serta potongan pajak penghasilan sebesar 50% hingga maksimal $200 pada tahun ini. Paket kebijakan tersebut mengatasi kekhawatiran warga Singapura terhadap lonjakan biaya hidup. Lebih lagi, kebijakan tersebut melengkapi bantuan pemerintah yang telah tersedia sebelumnya, seperti skema Assurance Package dan GST Voucher sebagai insentif tambahan bagi keluarga dengan kelas pendapatan rendah hingga menengah untuk mengatasi biaya hidup yang kian mahal. Pada level yang lebih luas, tekanan inflasi yang melandai dari puncak inflasi pada akhir 2022, didukung kuatnya nilai tukar mata uang dolar Singapura yang menjaga daya beli konsumen lokal serta meredam inflasi barang-barang impor, turut menjadi keunggulan Singapura dibandingkan negara-negara lain di ASEAN.

Jenis-jenis pengeluaran yang nilainya meningkat pada tahun lalu[2] menurut konsumen Singapura, antara lain, tagihan utilitas (25%), diikuti biaya transportasi sehari-hari dan biaya pendidikan anak (11%), serta bahan-bahan makanan pada posisi ketiga (7%). Meski demikian, kelompok konsumen Singapura yang menghabiskan lebih banyak uang untuk tagihan utilitas dan bahan-bahan makanan, jumlahnya mengalami penurunan, masing-masing sebesar 6 poin persentase dan tujuh poin persentase. Konsumen Singapura menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan konsumen negara-negara lain di ASEAN untuk rekreasi, seperti liburan, bersantap di restoran, menonton konser, pertunjukan, dan festival. Bahkan, 43% konsumen Singapura mengeluarkan anggaran yang lebih besar dari nilai anggaran tahun lalu untuk rekreasi, dibandingkan angka rata-rata regional sebesar 35%. Konsumen Singapura rela menghabiskan anggaran yang lebih besar untuk sejumlah jenis rekreasi berikut, konser dan festival, liburan, serta bersantap di restoran. 

Generasi muda belum memiliki tingkat kesiapan finansial yang memadai

Banyak konsumen Singapura belum mengambil sejumlah langkah penting untuk melindungi masa depan finansialnya, terutama Generasi Z. Dalam segmen baru seputar literasi finansial, riset tersebut menjajaki alokasi keuangan konsumen menurut Panduan Perencanaan Keuangan Dasar[3], yakni memiliki dana darurat yang nilainya setara dengan tiga hingga enam kali pengeluaran bulanan, memiliki program asuransi jiwa, cacat tetap total dan penyakit kritis, serta menyisihkan minimum 10% dari gaji untuk dana pensiun dan target finansial lain, serta merencanakan warisan dan CPF nomination.

Menurut riset, hanya 10% responden memenuhi tiga poin atau seluruh poin dalam panduan tersebut, dan 37% responden memenuhi dua poin dalam panduan tersebut. Yang mengkhawatirkan, 35% responden hanya memenuhi satu poin dalam panduan tersebut, bahkan 18% responden sama sekali tidak memenuhi satu poin. Generasi Z merupakan golongan responden yang sangat mengkhawatirkan, 26% di antaranya mengaku tidak memenuhi salah satu poin dalam panduan tersebut. Meski Generasi Z termasuk pendatang baru dalam angkatan kerja, dan masih belajar mengelola keuangan pribadi, banyak di antaranya kesulitan menghadapi pengeluaran bernilai besar, seperti biaya perkawinan dan rumah. Generasi Z juga belum memiliki dana darurat yang nilainya sanggup mengatasi kejadian di luar dugaan.

Konsumen Singapura memiliki dana darurat yang memadai, bahkan 60% di antaranya memiliki dana darurat yang nilainya minimal setara dengan tiga bulan pengeluaran. Generasi X menjadi kalangan responden yang tingkat kesiapannya paling rendah, dan hanya 54% di antaranya memiliki dana darurat dengan nilai yang memadai, dibandingkan Generasi Y (62%), Generasi Z (59%), dan Baby Boomer (77%).

Dari sisi asuransi, konsumen Singapura, terutama Generasi Z, harus memiliki program proteksi yang lebih baik, khususnya untuk penyakit kritis, serta kematian dan cacat tetap total. Hanya 37% responden mengaku sudah memiliki asuransi penyakit kritis, bahkan angka ini turun menjadi 17% di kalangan Generasi Z. Untuk asuransi kematian dan cacat tetap total, hanya 22% konsumen Singapura yang telah memilikinya, sedangkan Generasi Z tercatat hanya 13%. Lebih mengkhawatirkan lagi, lebih dari satu di antara 10 orang Generasi Z (12%) mengaku tidak memiliki asuransi sama sekali.

Dari sisi investasi, 56% konsumen Singapura menyisihkan minimal 10% penghasilan tahunan untuk investasi. Positifnya, Generasi Z dan Y termasuk golongan yang paling rutin melakukan hal ini, masing-masing 55% dan 62% Generasi Z dan Y mengikuti panduan tersebut. Tren ini merupakan indikasi positif bahwa generasi muda serius merencanakan keuangan untuk masa pensiun dan target finansial lain.

Dari sisi perencanaan warisan, setengah dari konsumen Singapura telah membuat CPF nomination, dan jumlahnya turun menjadi satu dari lima orang (19%) untuk warisan. Mengingat masa mudanya, Generasi Z dan Y kurang memiliki persiapan dibandingkan generasi yang lebih tua. Generasi Z dan Y yang telah membuat CPF nomination tercatat hanya 29% dan 43%, dibandingkan Generasi X (64%) dan Baby Boomer (74%). Untuk perencanaan warisan, hanya satu dari 10 Generasi Z dan 15% Generasi Y telah melakukannya. Lebih mengkhawatirkan lagi, hanya satu dari empat Generasi X dan 35% Generasi Baby Boomer telah mempersiapkan surat warisan, terutama karena anggapan tabu atau kurang memiliki pengetahuan terkait. 

UOB berkomitmen mendukung nasabah dalam setiap jenjang kehidupan. UOB mengajak nasabah agar mempelajari Panduan tersebut, serta berkonsultasi dengan UOB jika membutuhkan bantuan terkait keuangan pribadi. Menurut riset, tabungan, investasi, dan proteksi asuransi mudah dilakukan dalam setiap jenjang kehidupan, serta kelompok pendapatan bagi pekerja dewasa dan pensiunan. UOB berkomitmen mendukung nasabah yang ingin melindungi dan memaksimalkan aset lewat cara-cara yang aman dan berkelanjutan.

Tentang UOB

UOB adalah bank terkemuka di Asia. UOB memiliki kantor pusat di Singapura dan anak usaha di Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Thailand, serta Vietnam. Lebih lagi, UOB juga didukung jaringan global yang mencakup sekitar 500 kantor cabang dan perwakilan di 19 negara dan wilayah yang tersebar di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika Utara. Sejak terbentuk pada tahun 1935, UOB berkembang secara organik dan melakukan sejumlah akuisisi strategis. Kini, UOB memiliki peringkat kredit tertinggi sebagai salah satu bank terbaik di dunia: Aa1 dari Moody's Investors Service, serta AA- dari S&P Global Ratings dan Fitch Ratings. 

Selama hampir sembilan dekade, UOB menjalankan pendekatan yang memprioritaskan nasabah untuk menciptakan nilai tambah jangka panjang. Untuk itu, UOB selalu menyediakan layanan yang relevan dengan menjunjung tinggi jiwa kewirausahaan dan melakukan hal yang benar bagi nasabah. UOB juga membangun masa depan ASEAN—bagi masyarakat dan pelaku bisnis di ASEAN, serta terlibat dalam perkembangan ASEAN. 

UOB menghubungkan pelaku bisnis dengan berbagai peluang di ASEAN melalui jangkauan regional terbaik. UOB juga memanfaatkan data dan analisis untuk berinovasi dan menciptakan pengalaman serta solusi perbankan yang dipersonalisasi menurut kebutuhan dan preferensi setiap nasabah yang terus berkembang. UOB pun berkomitmen membantu pelaku bisnis membangun masa depan berkelanjutan dengan meningkatkan inklusi sosial, membuat dampak positif bagi lingkungan hidup, serta mencapai kemajuan ekonomi. UOB memegang prinsip sebagai penyedia jasa keuangan yang bertanggung jawab, serta selalu mendukung pembangunan sosial, terutama di bidang seni, anak-anak, dan pendidikan sekaligus melakukan hal yang benar demi masyarakat dan pemangku kepentingan.

Informasi Tambahan

UOB ACSS 2024 menyurvei 5.000 responden berusia 18-65 tahun di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Survei ini berlangsung secara daring pada 14 Mei 2024 hingga 6 Juni 2024. Dalam survei ini, UOB berkolaborasi dengan konsultan manajemen global Boston Consulting Group.

Survei ini menggolongkan responden dalam empat kelompok usia, yakni Generation Z (18 hingga 25 tahun), Generasi Y (26 hingga 41 tahun), Generasi X (42 hingga 57 tahun), serta Baby Boomer (58 hingga 65 tahun).

[1] Rincian tentang metodologi riset UOB ACSS 2024, termasuk penggolongan responden berdasarkan usia, tersedia pada Lampiran.

[2] Skor dihitung dari perbedaan porsi responden yang mengaku telah menghabiskan dana lebih banyak pada kategori tertentu pada periode 6-12 bulan terakhir, dibandingkan responden yang menghabiskan dana yang lebih sedikit.

[3] Informasi lebih lanjut tentang "MAS Basic Financial Planning Guide" tersedia di tautan ini.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024