Mataram (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nanang Samudra mengatakan wacana revisi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, makin menguat.
"Wacana itu semakin menguat, karena UU itu lebih mengarah kepada ketersediaan infrastruktur, sementara pembangunan sumber daya manusia juga amat penting," kata Nanang, di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Rabu.
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 itu merupakan salah satu undang-undang yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada awal Oktober 2004, menjelang masa jabatannya berakhir.
Dalam undang-undang tersebut sistem perencanaan pembangunan nasional didefinisikan sebagai satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencna pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Tujuan undang undang tersebut yakni mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan, dan menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antar-ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah.
Selain itu, menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Namun demikian, kandungan undang-undang tersebut belum merupakan suatu sistem perencanaan yang mengarah pada tujuan-tujuan tersebut.
Aspek yang sangat menonjol dalam undang-undang tersebut yakni legitimasi eksistensi Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Dalam praktiknya, undang-undang tersebut sangat menonjolkan perencanaan sebagai produk (dokumen), mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dalam dimensi waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk periode lima tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan (RKP), baik pada tingkat nasional, daerah, maupun kementerian/lembaga.
Undang-undang tersebut masih dianggap mengabaikan kualitas proses dalam mencapai dokumen tersebut, atau tidak diatur secara jelas dalam regulasi itu.
Apalagi, dewasa ini dalam suasana yang masih euforia, banyak perencanaan dan pelaksanaan kegiatan masyarakat yang dilakukan sendiri-sendiri bahkan ditunjang oleh berbagai donor baik luar maupun dalam negeri, tidak terkait satu dengan lainnya, bahkan saling bertentangan, yang pada gilirannya bisa menuju situasi yang kacau.
Pewarta: Anwar Maga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014