Jakarta (ANTARA) - Beberapa ahli hukum menyebut ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang perlu menjadi sorotan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) baru dan Menkumham yang nantinya menjabat dalam kabinet pimpinan presiden-wakil presiden terpilih.

Beberapa isu itu mencakup partisipasi masyarakat dalam pembentukan produk hukum, kajian terhadap dampak regulasi, dan harmonisasi aturan perundang-undangan.

“Dalam pembentukan hukum atau undang-undang dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini sering kali orang sebut dengan istilah fast-track regulation ya, membuat hukum, membuat undang-undang dengan cara yang sangat cepat. Artinya, partisipasi publik ditinggalkan,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dr. Aan Eko Widiarto saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Baca juga: Ahli hukum harap Menkumham baru tak buat kebijakan strategis

Oleh karena itu, dia pun berharap pada masa transisi sampai nantinya pemerintahan dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto, ada semacam pelembagaan terhadap partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation).

“Menkumham berikutnya (diharapkan) bisa menyelesaikan pelembagaan partisipasi masyarakat agar (pembuatan undang-undang) bisa lebih baik lagi,” kata dia.

Aan mengatakan pekerjaan rumah bidang hukum yang perlu menjadi sorotan, yaitu perlunya ada kajian terhadap dampak berlakunya peraturan perundang-undangan.

“Saat ini sudah dicantumkan dalam undang-undang penggunaan metode RIA (regulatory impact assessment) dalam menganalisis suatu rancangan undang-undang, nanti dampaknya seperti apa apabila jadi undang-undang. Jadi, pelembagaan RIA ini sebagai analisis dampak peraturan juga memerlukan upaya keras, sehingga betul-betul regulasi yang dibuat dampak meminimalisir risiko dampak negatif dalam penyelenggaraan pemerintah. Ini menjadi PR tersendiri,” kata dia.

Kemudian, dia juga menyoroti persoalan harmonisasi peraturan perundang-undangan.

“Harmonisasi ketentuan tentang pemerintah daerah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang ada dalam Omnibus Law terkait kesehatan, terkait perindustrian di Omnibus Law ini perlu diharmonisasi lebih baik lagi, sehingga tidak kontraproduktif dengan undang-undang dasar,” kata Aan.

Dia menyatakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) jelas mengatur tentang pemerintah daerah dan otonomi daerah.

“Ini tentunya PR besar Menkumham, khususnya Menkumham yang nantinya dilantik oleh presiden yang baru,” kata dia.

Dalam kesempatan terpisah, Dosen Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut Menkumham yang nantinya menjabat pada masa pemerintahan baru perlu memastikan layanan bidang hukum dan HAM berjalan lancar.

“Kementerian Hukum dan HAM pada dasarnya perpanjangan tangan eksekutif untuk menjalankan program dari presiden terpilih, oleh karena itu tekanan tugasnya memperlancar tugasnya di bidang pelayanan seperti keimigrasian, kelancaran pelayanan administrasi hukum pada Ditjen AHU, juga pelayanan prima pada lembaga permasyarakatan yang lebih dengan dasar penghormatan kepada HAM,” kata Fickar.

Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Senin, melantik Supratman Andi Agtas sebagai Menkumhan baru menggantikan Yasonna Laoly. Supratman menjabat sebagai Menkumham dalam masa transisi pemerintahan Presiden Jokowi ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Pasangan Presiden Terpilih-Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal dilantik sebagai Presiden-Wapres RI Periode 2024–2029 pada 20 Oktober 2024.

Baca juga: Cak Imin yakin Menkumham baru tak cawe-cawe terhadap Muktamar PKB
Baca juga: Yasonna sebut Supratman Andi Agtas sosok cakap jabat Menkumham
Baca juga: Presiden instruksikan Supratman Andi Agtas lakukan reformasi hukum

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024