Hukuman mati atas Satinah dijadwalkan pada 3 April 2014 ini jika diat sebesar 7 juta riyal atau lebih dari Rp21 miliar tidak terbayar untuk keluarga majikannya,"
Bandarlampung (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah penyelematan terhadap Satinah dan buruh migran lainnya, termasuk dengan menggunakan pendekatan diplomatik atau membayar diat yaitu uang ganti darah, bila sudah tidak ada pilihan lagi.
"Hukuman mati atas Satinah dijadwalkan pada 3 April 2014 ini jika diat sebesar 7 juta riyal atau lebih dari Rp21 miliar tidak terbayar untuk keluarga majikannya," ujar Maesaroh dari Buruh Migran Indonesia (BMI) dalam pernyataan yang diterima di Bandarlampung, Selasa.
Sekitar 250 BMI menggelar aksi damai pada Minggu (30/3) dengan mengelilingi areal Victoria Park Hong Kong sebagai bentuk solidaritas untuk pembebasan Satinah dan 48 buruh migran lain yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
"Harapan kami adalah Satinah bisa bebas sepenuhnya dan hanya pemerintah yang bisa melakukan itu, selidiki kasus Satinah dengan cermat dan teliti apa yang melatarbelakangi kematian Nura al Gharib, majikannya," kata Maesaroh.
Aksi solidaritas yang mereka lakukan bertepatan dengan pelaksanaan pemilu di luar negeri. Di Hong Kong pemilu diadakan di Victoria Park dan beberapa titik lainnya.
"Partai politik dan caleg yang mengaku membela buruh migran tetapi tidak melakukan apapun untuk membantu Satinah, tidak layak didukung," katanya.
Maesaroh menjelaskan, peserta aksi itu memakai baju warna hitam dan menutup mulut dengan lakban hitam sebagai tanda berkabung. Kondisi langit yang mendung dan gerimis tidak menyurutkan semangat mereka.
Parade berlangsung selama 30 menit dengan street theater yang menggambarkan kolusi antara pemerintah Indonesia, agen, PJTKI dan majikan yang jahat.
Aksi solidaritas terhadap Satinah ini menarik perhatian buruh migran dan orang-orang lokal di sekitarnya.
"Satinah bukan pelaku kriminal tapi korban kemiskinan dan kegagalan negara dalam menyediakan lapangan kerja serta penelantaran negara. Segera selamatkan dia, jangan ditunda lagi. Selama pemerintah tidak mau serius memperbaiki perlindungan pekerja rumah tangga migran Indonesia di luar negeri termasuk Arab Saudi, tidak mau meratifikasi dan mengimplementasikan konvensi ILO dan PBB sebagai standar internasional, membuat MoU, perjanjian kerja yang jelas dan mengikat, akan ada korban selanjutnya seperti Aminah binti H Budi, Siti Zaenab, Tuti Tursilawati, Darmawati, Ruyati, Kikim Komalasari dan yang lain-lainnya tanpa bisa dicegah lagi," katanya.
Berkat tekanan berbagai organisasi, pada detik-detik terahir akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersedia bernegosiasi dengan ahli waris Nurah al Gharib, namun hasil kesepakatan ini hanya menunda hukuman pancung Satinah lebih lama dua tahun, dengan pembayaran uang penundaan eksekusi sebesar 5 juta riyal atau setara dengan Rp15.186.900.000 (Rp15 miliar lebih).
Penundaan tersebut tidak mengurangi tuntutan keluarga majikan atas uang diat sebesar 7 juta riyal.(*)
Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014