Kalau kita tidak bisa mengiringinya dengan peningkatan penerimaan, yang terjadi adalah beban semakin besar dan utang akan semakin besar
Jakarta (ANTARA) - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyampaikan perlunya perubahan skema atau reformasi subsidi baik itu di sektor energi maupun nonenergi agar tetap menjaga ruang fiskal pada APBN 2025.

Peneliti Senior CSIS Deni Friawan menilai anggaran subsidi yang meningkat dari tahun ke tahun semakin menambah beban APBN dan kurang efektif dalam penerapannya.

"Subsidi akan terus membebani, kalau kita tidak bisa mengiringinya dengan peningkatan penerimaan, yang terjadi adalah beban semakin besar dan utang akan semakin besar," ujar Deni saat paparan media terkait RAPBN 2025 di Jakarta, Senin.

Berdasarkan catatan CSIS, total alokasi subsidi dan kompensasi untuk energi pada 2024 sebesar Rp334,8 triliun, sementara subsidi nonenergi sebesar Rp96,9 triliun.

Pada RAPBN 2025, anggaran belanja subsidi direncanakan sebesar Rp309,05 triliun, terdiri atas subsidi energi sebesar Rp204,5 triliun dan subsidi nonenergi sebesar Rp104,5 triliun.

Selama ini, menurut Deni, subsidi energi banyak dinikmati oleh masyarakat yang mampu. Kemudian, ia juga menilai subsidi pupuk dan alat-alat pertanian banyak disalahgunakan dan bocor ke perkebunan besar, sementara dampaknya terhadap peningkatan produksi pertanian kurang efektif.

Maka dari itu, ia mengusulkan subsidi sebaliknya diarahkan ke orang bukan ke barang agar lebih tepat sasaran.

"Pengurangan subsidi energi memang akan meningkatkan inflasi, tapi pemerintah juga perlu seimbang antara menjaga inflasi dengan defisit APBN dan kebutuhan lainnya," jelasnya.

Untuk sektor energi, peneliti CSIS Ardhi Wardhana memproyeksikan total subsidi dan kompensasi energi tahun depan diestimasi meningkat tujuh persen dibandingkan 2024, yang terutama disebabkan karena volatilitas harga minyak global.

Selain itu, asumsi harga minyak Indonesia (Indonesian crude price/ICP) sebesar 82 dolar AS per barel dan kurs Rp16.100 per dolar AS akan meningkatkan kompensasi BBM.

"Akhirnya, subsidi perlu dikaji ulang atau lebih jauh lagi direformasi, sehingga masalah formulasi subsidi yang volatile dan masalah regresivitas karena tidak tepat sasaran," terang Ardhi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran subsidi dan kompensasi pada RAPBN 2025 ditetapkan sebesar Rp525 triliun.

Anggaran tersebut digelontorkan melalui dua jalur, yakni subsidi dan kompensasi energi serta subsidi nonenergi.

Baca juga: Ekonom CSIS nilai aturan PPN 12 persen perlu dievaluasi
Baca juga: CSIS nilai target defisit 2,53 persen dalam RAPBN 2025 cukup realistis
Baca juga: RAPBN 2025: Transisi dan keberlanjutan

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024