Kotabaru (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui kuota ekspor bijih besi yang telah diolah (konsentrat bijih laterit) PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) sebesar empat juta ton per tahun.
Hal itu diungkapkan Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM R Sukhyar saat mendampingi Wakil Menteri (Wamen) ESDM Susilo Siswoutomo ketika meninjau lokasi operasi PT SILO di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Selasa.
Wamen ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, dalam kunjungaannya ia bisa mengamati keseriusan PT SILO untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih besi, sebagai bentuk kepatuhan PT SILO terhadap UU No. 4 tahun 2009 tentang pembatasan ekspor mineral yang belum diolah yang diberlakukan sejak awal 2014.
Selama proses pembangunan smelter, perusahaan tambang mineral diberi waktu selama tiga tahun untuk mengekspor bijih besi yang sudah diolah dengan kadar kemurnian lebih dari 50 persen. Mineral yang belum mengalami pemurnian dilarang diekspor sesuai UU tersebut.
Wamen ESDM dan rombongan meninjau beberapa lokasi pabrik pengolahan bijih besi PT SILO, di antaranya proses pemurnan bijih besi hingga menghasilkan bijih dengan kandungan besi (Fe) sebesar 53 persen, kemudian lokasi produksi kokas dari batubara dan gasifikasi batubara sebagai bagian dari rencana pembangunan smelter bjih besi yang sudah mulai dikerjakan.
"Saya kira mereka (PT SILO) serius. Bisa kita lihat apa yang sudah mereka lakukan (untuk membangun smelter)," kata Susilo menjawab wartawan soal keseriusan PT SILO dalam membangun smelter bijih besi di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan.
Sesuai UU tentang pembatasan ekspor mineral yang belum diolah tersebut, maka PT SILO sejak awal 2014 hingga Maret 2014 tidak melakukan ekspor karena belum mendapat ijin ekspor dari Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan.
Menurut Direktur Utama PT SILO Effendy Tios, sekitar dua minggu yang lalu, PT SILO sudah mendapat nomor Ekspor Terdaftar dari Kementerian ESDM, selanjutnya Kementerian ESDM akan mengeluarkan Surat Rekomendasi Teknis ke Kementerian Perdagangan untuk mendapatakan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE) yang merupakan ijin untuk melakukan ekspor.
Menurut Dirjen Minerba R Sukhyar, surat rekomendasi teksnis akan segera mereka keluarkan setelah meneliti berbagai kelengkapan yang diperlukan.
"Kita segera akan mengeluarkan rekomendasi," kata Sukhyar tanpa merinci lebih lanjut.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi yang turut meninjau lokasi PT SILO tersebut mengatakan, pihaknya hanya perlu waktu dua hari untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE) apabila sudah menerima rekomendasi teknis dari Kementerian ESDM.
"Kami berharap bisa segera melakukan ekspor," kata Effendy Tios dengan menambahkan bahwa tujuan ekspor adalah ke Tiongkok.
Menurut Sukhyar, PT SILO adalah yang pertama mendapat ijin ekspor bijih besi. Sebelum UU pembatasan ekspor mineral diterapkan awal 2014, perusahaan itu memproduksi bijih besi sekitar 9-10 juta ton per tahun, seluruhnya diekspor ke Tiongkok. Saat ini perusahaan itu mempekerjakan 1.741 orang.
Operasional PT SILO dimulai tahun 2000 yang melakukan penelitian dan eksplorasi, dan pada 2004 mulai produksi dan menjual bijih besi. Namun, menurut Effendy, menjual bijih besi tersebut tidak mudah karena kualitasnya yang rendah. Tetapi akhirnya ada pembeli dari Tiongkok.
Potensi bijih besi kelompok PT SILO di Pulau Sebuku dan sekitarnya mencapai 360 juta ton.(*)
Pewarta: Biqwanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014