Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendorong pemerintah daerah untuk membentuk satuan tugas (satgas) terpadu pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.
"Beberapa rekomendasi kami sampaikan, yang pertama adalah perlunya pemerintah daerah segera membentuk satgas terpadu penanganan kekerasan di satuan pendidikan," ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Warsito di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan satgas ini terdiri atas unsur lintas kementerian/lembaga, seperti Dinas Pendidikan, Kantor Wilayah Kemenag, Dewan Pendidikan, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan aparat penegak hukum.
Menurut dia, pembentukan satgas ini penting mengingat kasus kekerasan, baik secara verbal, fisik, maupun seksual banyak terjadi di masyarakat. Korbannya pun berasal dari lintas umur, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa.
Lewat satgas ini, kata dia, penanganan bisa dilakukan secara parsial serta menjadi motor untuk deteksi dini pencegahan kekerasan.
"Sehingga benar-benar ketika ada terjadi pelaporan atau kejadian ini bisa langsung tertangani mulai dari hulu hingga hilir," ujar Warsito.
Baca juga: Nadiem tegaskan keseriusan atasi kekerasan di lingkungan pendidikan
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pelanggaran terhadap perlindungan anak di sektor pendidikan yang masuk KPAI sejak Januari hingga Agustus 2023 mencapai 2.355 kasus. Ada kenaikan 10 persen dari yang sebelumnya 2.133 kasus pada 2022.
Data hasil survei Asesmen Nasional pada 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik atau satu di antara tiga anak berpotensi mengalami kekerasan seksual, lalu 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.
"20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir," kata dia.
Warsito juga mendorong setelah terbentuk satgas terpadu di daerah, pemerintah pusat dan daerah sebaiknya memiliki satu layanan atau aplikasi pengaduan terpadu, sehingga tidak membingungkan warga sekolah atau masyarakat.
Nantinya, data bukan hanya memuat kuantitatif jumlah pengaduan, namun juga berapa jumlah kekerasan yang sudah ditangani termasuk juga data oknum secara sistem tidak lagi diperbolehkan terlibat bekerja dalam lingkungan pendidikan maupun struktural yang membidangi pendidikan.
"Oknum yang terkena hukuman, sebaiknya. Dimutasi atau tidak lagi ditempatkan atau dibolehkan bersentuhan lagi dengan dunia pendidikan baik bekerja di lingkungan pendidikan maupun struktural dinas pendidikan," kata dia.
Baca juga: DPR dukung pemerintah basmi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan
Baca juga: Puspeka: Cintai keragaman cegah kekerasan di lingkungan pendidikan
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024