Karawang (ANTARA) - Serangan hama tikus sangat berdampak pada terjadinya gagal panen yang akhirnya merugikan para petani.

Biasanya, tikus muncul ke areal sawah yang digarap petani, menyerang batang padi, sehingga batang tidak bisa tumbuh dengan sempurna dan efek terburuknya batang padi tidak bisa berbuah.

Catatan Kementerian Pertanian, cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu pemicu munculnya hama tikus di areal sawah.

Serangan hama tikus diakui sejumlah petani di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, hampir terjadi setiap tahun. Bahkan, ada beberapa petani yang pada tahun ini mengalami gagal panen akibat serangan hama tikus tersebut.

Menyikapi itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemkab Karawang berupaya membantu petani mendapatkan ganti rugi melalui pengajuan klaim asuransi pertanian.

Pada Juli 2024, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang melakukan pendataan areal sawah yang terserang organisme pengganggu tanaman menyusul banyaknya laporan areal sawah yang terserang hama beragam jenis, salah satu di antaranya adalah hama tikus.

Areal sawah yang terserang hama itu dicek ke lapangan, untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Kemudian, setelah dicek ternyata benar, petugas dinas pertanian dan ketahanan pangan mengajukan klaim asuransi pertanian ke PT Jasindo.

Pada pertengahan tahun itu, dilaporkan terdapat sekitar 147 hektare sawah di Karawang yang terserang hama dan diajukan agar mendapatkan klaim asuransi.

Asuransi pertanian merupakan suatu bentuk perlindungan kepada para petani, melalui perjanjian antara petani dan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani, khususnya tani padi.

Dengan asuransi pertanian itu, petani yang areal sawahnya terserang organisme pengganggu tanaman dan terdampak bencana banjir atau kekeringan, mendapatkan ganti rugi dari klaim asuransi.

Saat ini perusahaan asuransi umum yang ditunjuk menjadi penyelenggara asuransi pertanian oleh Kementerian Pertanian adalah PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).

Untuk besaran klaim asuransi yang bisa didapatkan petani sekitar Rp6 juta per hektare.

Sementara pada tahun 2023, sesuai dengan catatan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang, ada ribuan areal hektare sawah yang terancam karena terserang hama tikus.

Di luar ribuan hektare yang terancam terserang hama tikus itu, terdapat 457 hektare areal sawah di daerah tersebut yang kondisinya sudah terserang hama tikus.

Pada saat itu, areal sawah yang terserang hama tikus tersebar di 20 kecamatan sekitar Karawang, sedangkan areal yang terserang hama tikus cukup luas terjadi di tiga kecamatan, di antaranya areal sawah yang tersebar di Kecamatan Pedes seluas 165 hektare dan di Kecamatan Lemahabang seluas 40 hektare.

Jika dibandingkan dengan jumlah total luas lahan areal persawahan di wilayah Karawang yang mencapai sekitar 97.000 hektare, luas areal sawah yang terserang hama tikus itu memang tergolong tidak terlalu luas.

Hanya saja, sekecil apapun luas lahan yang terserang hama, apabila dibiarkan tentu saja bisa semakin meluas, yang pada akhirnya bisa mengganggu produktivitas di daerah lumbung padi nasional itu. Dampak buruknya, bisa mengancam capaian target produksi padi di Karawang.

Alhasil, saat terjadi serangan hama terhadap areal sawah, bukan berapa luas lahannya yang menjadi fokus perhatian. Sebab serangan hama, seberapapun luas lahan yang terserang, itu merugikan petani dan bisa mengganggu produktivitas padi di daerah. Kemudian jika ditarik ke garis yang lebih besar, kondisi tersebut dapat mengganggu ketahanan pangan dan cadangan beras nasional.

Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas sektor pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang bukan melihat terlebih dahulu jumlah luas lahan yang terserang hama, melainkan harus mengerahkan segala kemampuannya untuk memberantas hama, meski 1 hektare sekalipun luas areal sawah yang terdampak.

Upaya-upaya tradisional dalam membasmi hama tikus juga sebenarnya penting untuk diberdayakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang, seperti gropyokan atau kalagumarang.

Gropyokan merupakan pengendalian tikus dengan cara mekanis, yakni memburu langsung tikus yang berada pada lubang-lubang aktif dengan melakukan pengasapan (empos) atau membongkar lubang-lubang aktif yang memang dicurigai adanya tikus. Tikus yang keluar dari lubang akan diburu dan dimatikan dengan cara dipukul.

Begitu juga kalagumarang, metode hampir sama dengan gropyokan. Hanya saja, kalagumarang dilakukan saat memasuki musim tanam.

Metode tradisional itu sebenarnya cukup ampuh dalam membasmi hama tikus. Bahkan, bisa menumbuhkembangkan kekompakan dan kegotong-royongan petani dan masyarakat, karena metode tersebut hanya bisa dilakukan secara bersama-sama dan melibatkan banyak orang.

Dalam metode tradisional membasmi hama tikus ini, dilakukan pencarian lubang tikus untuk ditangkap menggunakan alat, seperti cangkul, sabit, dan alat pembasmi hama berbau belerang yang dimasukkan ke dalam lubang tikus tersebut. Metode ini merupakan bagian dari kearifan lokal yang harus dijaga dan ditumbuhkembangkan.

Di luar upaya tradisional itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang, kini membuat program baru berupa pengadaan kandang dan burung hantu di areal sawah untuk mengatasi serangan hama tikus.


Mengundang burung hantu

Proyek mengundang burung hantu ke areal sawah untuk membasmi hama tikus di Karawang mengemuka sejak tahun 2019, tepatnya setelah rombongan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang belajar penanganan hama tikus ke Demak, Jawa Tengah.

Burung hantu, dengan penglihatan nokturnal yang tajam, penerbangan tanpa suara, dan cakar yang kuat, dipercaya sebagai pemburu malam yang tangguh dan merupakan ancaman besar bagi tikus di areal sawah.

Keberhasilan Demak mengembangkan burung hantu Tyto Alba yang bisa memangsa lima hingga 10 ekor tikus dalam semalam di areal sawah, kemudian dicontoh oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang.

Selanjutnya pada tahun 2019 dialokasikan anggaran sekitar Rp119 juta sebagai tahap awal pengadaan rumah dan burung hantu di tengah areal sawah.

Kegiatan itu berlanjut, dan pada tahun ini Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang mengadakan 40 rumah beserta burung hantu di 30 kecamatan sekitar Karawang. Kegiatan tersebut merupakan proyek kegiatan bantuan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian.

Keberadaan rumah burung hantu diperlukan di tengah areal sawah sebagai salah satu upaya mencegah serangan hama tikus, yang dalam hal ini memanfaatkan burung hantu Tyto Alba yang merupakan musuh alami tikus.

Fungsi utama rumah burung hantu ini sebenarnya bagian dari upaya konservasi burung hantu, sehingga burung hantu yang dikenal sebagai burung yang tidak bisa membuat rumah atau tempat tinggalnya sendiri bisa menetap di rumah yang disediakan.

Selanjutnya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang menetapkan di setiap kelompok tani di sekitar Karawang, masing-masing memiliki satu rumah dan burung hantu.


Pengaruhi produksi

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang mengakui bahwa produksi padi pada tahun ini sempat menurun akibat serangan hama sundep dan tikus pada areal sawah di sejumlah daerah sekitar.

Hanya saja, keadaan itu diakui Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang Rohman, sudah berlalu. Kini produksi padi sudah kembali normal, setelah dilakukan kegiatan pengadaan rumah dan burung hantu di areal sawah, selain kegiatan gropyokan oleh warga.

Untuk upaya penanganan hama sundep, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang telah membimbing para petani melakukan penyemprotan pestisida.

Meskipun sempat menghadapi berbagai serang hama, khususnya tikus, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang optimistis target produksi padi di Karawang bisa tercapai.

Target produksi padi di Karawang pada tahun ini 1,2 juta ton gabah kering panen, sedangkan realisasinya pada Juli 2024 sudah 700 ribu ton gabah kering panen.

Penanganan terhadap serangan hama sebenarnya salah satu dari upaya menjaga produktivitas padi. Selain itu, masih banyak hal yang harus diperhatikan agar produksi padi tetap stabil dan cenderung meningkat.

Hal yang harus diperhatikan itu, di antaranya ialah mengenai penerapan teknologi pertanian yang baik, menjaga pendangkalan dan penyempitan saluran irigasi, serta menjaga alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian.

Sesuai dengan catatan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang, produksi padi di daerah tersebut rata-rata 1,3 juta ton setiap tahun.

Dari produksi gabah 1,3 ton, apabila dikonversikan ke beras, mencapai sekitar 800.000 ton beras. Sementara kebutuhan beras masyarakat Karawang, jika dihitung rata-rata hanya sekitar 500.000 ton per tahun.

Dengan begitu, maka produksi pertanian di Karawang dinyatakan surplus. Artinya ada sisa 300.000 ton beras dari padi yang diproduksi di Karawang didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia.


Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024