Denpasar (ANTARA News) - Pulau Bali mengalami gelap gulita tanpa penerangan setitik cahaya lampupun saat umat Hindu menunaikan ibadah Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1936, Senin malam.
Salah satu dari empat pantangan yang dilakukan Umat Hindu pada hari peralihan tahun baru dari tahun saka 1935 ke 1936 itu menyangkut Amati Geni yakni tidak menyalakan api maupun lampu penerangan listrik.
Dengan demikian suasana gelap gulita terjadi di mana-mana dan masyarakat sejak pagi hari telah mengurung diri dalam rumah masing-masing.
Pada malam kegelapan itu petugas keamanan desa adat (pecalang) dan tokoh masyarakat di masing-masing desa adat (pekraman) melakukan pemantauan menyangkut keamanan di wilayahnya masing-masing.
Bali pada malam Hari Raya Nyepi menjadi gelap gulita, karena seluruh penerangan listrik di jalan, rumah-rumah penduduk lebih dari satu juta konsumen PLN tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini dipadamkan.
Sementara semua hotel yang tersebar di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua dan pusat-pusat kawasan wisata lainnya di Bali jauh sebelumnya telah diimbau untuk sedapat mungkin tidak menyalakan listrik yang sinarnya sampai memantul ke luar.
Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyiaan yang nyaris menjadikan Pulau Seribu Pura itu bagaikan "Pulau mati tanpa penghuni".
Kondisi demikian menambah kekhusukan umat Hindu melaksanakan Catur Tapa Brata Penyepian yang meliputi Amati geni (tidak menyalakan api atau listrik), menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, pada hakekatnya merupakan tuntunan untuk mengheningkan pikiran dengan mengendalikan api nafsu indria (keserakahan).
Umat Hindu wajib mematuhinya, dan umat lain diimbau dapat melakukan hal yang yang sama, namun kalau toh harus menyalakan lampu diharapkan tidak mencolok, yakni sinarnya tidak sampai menyorot ke luar rumah.
PT PLN Distribusi Bali menurut Kepala Humasnya Wayan Redika penggunaan listrik di Bali berkurang sampai 50 persen. Penggunaan listrik di Pulau Dewata selama itu hanya 30 persen untuk konsumsi rumah tangga dan 70 persen untuk kalangan industri pariwisata, perusahaan dan Bandara Ngurah Rai.
Konsumsi listrik berkurang separuhnya dari rata-rata 690 mega watt per hari menjadi 350 mega watt dalam 24 jam tersebut.
Oleh sebab itu ada beberapa pembangkit yang tidak beroperasi sehingga PLN bisa menghemat konsumsi bahan bakar jenis solar sebanyak satu juta liter atau setara dengan Rp12 miliar.
Pemadaman beberapa pembangkit itu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Di Bali terdapat beberapa pembangkit utama di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Pesanggaran Denpasar yang memiliki kapasitas 280 mega watt, PLTG Gilimanuk sebesar 130 mega watt, PLTGU Pemaron sebesar 210 mega watt dan kabel bawah laut Jawa-Bali sebesar 2x100 mega watt. (*)
Pewarta: IK Sutika
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014