Penerapan teknologi dengan kecerdasan buatan memungkinkan organisasi untuk melacak dan melaporkan metrik lingkungan dan sosial secara akurat
Jakarta (ANTARA) - Kepala Strategic Business Unit Sertifikasi dan Ecoframework (SERCO) Sucofindo Dian Indrawaty mengatakan, kecerdasan buatan atau Artificial Intellgience (AI) dapat digunakan untuk mendukung penerapan inisiatif keberlanjutan, termasuk dalam pemantauan emisi dan inisiatif berkelanjutan lainnya.

"Penerapan teknologi dengan kecerdasan buatan memungkinkan organisasi untuk melacak dan melaporkan metrik lingkungan dan sosial secara akurat," ujar Dian dalam keterangan di Jakarta, Minggu.

Namun, lanjut Dian, untuk menjamin tata kelola dijalankan dengan baik, diperlukan pemastian dari lembaga independen untuk kesesuaian pelaporan tersebut dengan standar dan peraturan pemerintah, serta memastikan transparansi bagi semua pemangku kepentingan,

"Agar dapat diakui, maka pemastian dapat dilakukan oleh pihak independen yang ditunjuk pemerintah dan yang telah mendapat pengakuan internasional," kata Dian.

Saat ini, organisasi di Asia Tenggara mulai menggunakan teknologi kecerdasan buatan, namun kesiapannya perlu dibenahi. Hal itu terungkap pada studi baru dari Ecosystm atas nama IBM, berjudul AI Readiness Barometer: ASEAN's AI Landscape.

Studi tersebut menemukan bahwa sebanyak 85 persen organisasi di ASEAN sepakat bahwa AI bisa membantu dalam mencapai tujuan strategis. Namun, baru sekitar 17 persen dari mereka yang memiliki strategi yang jelas soal adopsi teknologi AI.

Selain itu, masalah lainnya organisasi di ASEAN juga belum banyak memiliki peta jalan yang jelas mengenai pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan.

Studi itu pun mengungkap adanya kesenjangan antara optimisme perusahaan mengenai kesiapan mereka memanfaatkan AI dengan realitas yang ada. Misalnya, sebanyak 16 persen pemimpin organisasi menyatakan bahwa mereka berada puncak kesiapan AI (kategori AI First). Akan tetapi, berdasarkan data dan penilaian lapangan Ecosystem, baru ada satu persen organisasi yang dinyatakan masuk dalam kategori tersebut.

Begitu juga dengan 39 persen organisasi yang merasa bahwa mereka telah berada dalam tahap transformasi kesiapan AI (Transformative), tapi nyatanya baru 4 persen yang memenuhi syarat.

General Manager IBM ASEAN Catherine Lian mengatakan bahwa perjalanan AI, dari proses memulai sampai menskalakan implementasinya, punya banyak manfaat bagi perusahaan. Ini termasuk mempercepat inovasi dan produktivitas serta meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik lagi.

Namun, dari hasil studi, banyak pemimpin teknologi dan organisasi overclaim atas kemampuan mereka dalam mengimplementasikan AI. Menurutnya, kesiapan mengadopsi AI membutuhkan kepemimpinan yang kuat, strategi data yang kuat, dan kerangka kerja tata kelola yang matang.

Hal-hal tersebut bertujuan untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis, serta mampu mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

“Tanpa pondasi yang kuat, organisasi berisiko melaksanakan implementasi yang hanya berfokus pada kemampuan teknologi, tetapi gagal mempertimbangkan dampak jangka panjangnya pada organisasi dan komunitas,” ujar Catherine.

Baca juga: Sucofindo mengadopsi konsep rendah emisi di penghargaan ENSIA 2024
Baca juga: Sucofindo beli sertifikat pengurangan emisi karbon
Baca juga: Sucofindo dukung mitigasi perubahan iklim

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024