"Jika ada yang berpendapat autisme sudah baku dan tidak ada lagi harapan itu paradigma lama. Berdasarkan temuan terbaru gangguan Autis dapat disembuhkan melalui terapi dini secara intensif dan terpadu", kata Kresno di Padang, Sabtu, pada Seminar Autism is Curable (autisme bisa sembuh).
Ia menerangkan terapi yang dapat dilakukan meliputi terapi prilaku diantaranya menggunakan metode yang dikembangkan Ivar Lovaas dari UCLA yaitu konsep Aplied behavior Analysis (ABA).
Terapi ABA dilakukan intensif selama 40 jam per minggu dalam dua tahun di mana berdasar hasil penelitian terjadi peningkatan IQ yang besar pada penyandangnya, katanya.
Kemudian, penyandang autis harus melakukan diet tidak mengkonsumsi terigu, coklat dan susu karena berdasarkan kajian terapi biomedik jenis makanan ini memperparah kondisinya.
Ia menjelaskan pada penyandang autis terjadi peningkatan daya serap di mana protein yang seharusnya tidak lolos pada makanan yang mengandung cokelat, terigu dan susu masuk ke peredaran darah dan terbawa ke otak.
Setelah berada di otak zat yang terkandung pada makanan ini dinilai oleh saraf memiliki rumus kimia seperti morfin sehingga memperburuk kondisi penyandang autis dan dapat diibaratkan tengah mengkonsumsi morfin.
Sedangkan makanan yang mengandung terigu akan memperparah pencernaan penyandang autis yang umumnya berjamur, kata dia.
Oleh karena itu pada penyandang autis, diet gula, terigu dan coklat akan memperbaiki fungsi-fungsi abnormal pada otaknya sehingga saraf pusat bekerja lebih baik dan berbagai gejala autis dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
Setelah itu jika diperlukan masih ada terapi lain sebagai penunjang berupa medikamentosa, okupasi dan fisik, wicara, bermain dan terapi khusus.
Kunci dari semua itu adalah terapi dini, intensif dan terpadu sehingga penyandang autis akan bisa sembuh, katanya.
Ia mengatakan di Indonesia telah banyak penyandang autis yang dapat disembuhkan dengan terapi tersebut dan berhasil menyelesaikan studinya hingga meraih gelar sarjana.
Autis pertama kali diperkenalkan Leo Kanner pada 1943 dari bahasa Yunani "Autos" yang memiliki arti sendiri atau seolah-olah hidup di dunianya sendiri.
Autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis berat pada anak sehingga menimbulkan masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gejala Autis dapat dikenali dengan ciri-ciri minimnya interaksi dan emosi yang labil serta buruknya kualitas komunikasi penyandangnya pada tiga tahun pertama kehidupannya.
Penyandang autis memiliki gangguan interaksi sosial , komunikasi, imajinasi serta pola prilaku yang berulang serta tidak mengikuti perubahan rutinitas sehingga mereka terlihat aneh dan berbeda dengan anak lain.
Autis dapat terjadi pada anak siapa saja tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan etnik di mana berdasarkan data 2012 dari 1.000 orang terdapat delapan penyandang autis didunia, sedangkan di Indonesia mencapai 2,4 juta orang dengan penambahan penyandang baru 500 orang per tahun.
Autis disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan otak akibat faktor genetik serta kondisi lingkungan berupa buruknya kualitas udara menyebabkan terjadinya pencemaran logam berat.
Salah seorang warga Padang yang keluarganya menderita penyakit ini, Anwar (45), menilai informasi tentang autis dapat disembuhkan ini, akan banyak membantu penderitanya karena harapan akan kembali sembuh menjadi terbuka.
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014