Jakarta (ANTARA) - Hilirisasi menjadi program prioritas pemerintah Indonesia untuk memajukan perekonomian dan menyejahterakan masyarakat.

Kebijakan yang dicanangkan pada 2014 dan dikukuhkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tersebut melarang pelaku usaha khususnya di sektor pengolahan (manufaktur) dan mineral untuk menjual produk mentah ke luar negeri.

Tujuannya, guna meningkatkan nilai tambah perekonomian (Economic Value Added/EVA) dari suatu komoditas dengan menjual produk turunan dari bahan baku utama. Contohnya, pelarangan ekspor bijih nikel, namun mendorong penjualan sel baterai kendaraan listrik yang merupakan hasil pengembangan dari produk tersebut.

Pada Januari-Juni (semester I) 2024, realisasi investasi di sektor hilirisasi mencapai Rp181,4 triliun, angka itu merupakan 21,9 persen dari total realisasi investasi pada periode yang sama senilai Rp829,9 triliun.

Apabila dirincikan, realisasi penanaman modal itu diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur pengolahan mineral (smelter), seperti nikel, tembaga, bauksit, dan timah sebesar Rp114,1 triliun. Selanjutnya, hilirisasi di sektor kehutanan Rp24,5 triliun, sektor pertanian untuk pengolahan minyak kelapa sawit Rp23,6 triliun, petrokimia Rp13,2 triliun, dan baterai kendaraan listrik Rp6 triliun.

Sektor hilirisasi juga tercatat menjadi salah satu penyumbang penyerapan tenaga kerja di Indonesia, dengan total penyerapan secara kumulatif pada semester I 2024 mencapai 1,2 juta orang.

Tak hanya itu, hilirisasi turut 
​​ memberikan efek domino bagi perekonomian (multiplier effect) pada lingkungan sekitar, dengan mendorong terciptanya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)  serta industri kecil menengah (IKM) sehingga berdaya saing, serta memacu penguatan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan kompetensi.

Menyadari manfaat besar hilirisasi bagi pemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah Indonesia terus mengupayakan untuk menarik minat investasi dari luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI)

Ada dua skema utama yang kini dicanangkan, yaitu insentif fiskal berupa pembebasan atau keringanan pajak (tax holiday and mini tax holiday), serta pemberian Golden Visa.


Insentif pajak

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, serta peraturan teknis Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 7 Tahun 2020, pemerintah Indonesia memberikan insentif pajak berupa tax holiday dan mini tax holiday kepada 18 subsektor industri pengolahan dan minerba dengan tujuan menarik investasi hilirisasi.

Insentif pajak tersebut mencakup 163 bidang usaha atau bisnis,  di antaranya industri logam dasar hulu, industri elektronik, manufaktur otomotif, manufaktur kereta api, industri bahan baku farmasi, industri petrokimia, komponen robotik, komponen pesawat udara, industri mesin iradiasi, industri kimia dasar anorganik, ekonomi digital, smelter, industri peralatan pembangkit listrik, serta industri pengolahan pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Pembebasan atau keringanan pajak itu diberikan untuk skema investasi baru maupun perluasan (ekspansi) dengan persentase untuk tax holiday minimal nilai penanaman modal sebesar Rp500 miliar yang akan diberikan pembebasan pajak penghasilan badan 100 persen selama lima tahun.

Untuk investasi di atas Rp500 miliar dan di bawah Rp1 triliun diberikan pembebasan pajak selama 7 tahun, Rp1-5 triliun 10 tahun, Rp15-30 triliun 15 tahun, serta di atas Rp30 triliun dibebaskan PPh badan 20 tahun. Sedangkan mini tax holiday diberikan dengan skema persentase pembebasan PPh badan sebanyak 50 persen selama 5 tahun untuk investasi sebesar Rp100-500 miliar.

Kementerian Investasi memproyeksikan melalui insentif pajak yang merupakan 'pemanis' bagi para investor ini bisa menarik realisasi investasi sebanyak 618 miliar dolar AS hingga tahun 2040, meningkatkan transaksi ekspor sebesar 857,9 miliar dolar AS, memberikan kontribusi terhadap pemajuan produk domestik bruto (PDB) sebesar 235,9 miliar dolar AS, serta menyerap tenaga kerja lebih dari 3 juta orang.

Salah satu bukti dari peningkatan investasi melalui pemberian insentif pajak yakni terbentuknya konsorsium hilirisasi baterai kendaraan listrik antara perusahaan asing LG Energy Solution, CATL, Foxconn, INBC, BASF, Ford, dan Volkswagen, dengan total penanaman modal dalam ekosistem terintegrasi tersebut mencapai 42 miliar dolar AS atau setara Rp630 triliun.


Golden Visa

Guna mengakselerasi investasi hilirisasi, pemerintah tak hanya memberikan pemanis berupa pembebasan pajak saja, tetapi juga  menyiapkan "karpet merah" bagi para investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia dengan memberikan "Golden Visa".

Izin tinggal atau berpergian eksklusif yang telah resmi diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi asing, dengan ketentuan untuk investor perorangan yang hendak mendirikan perusahaan di Indonesia harus berinvestasi minimal 2,5 juta dolar AS, atau 5 juta dolar AS, dengan masing-masing izin tinggal selama 5 dan 10 tahun.

Sedangkan bagi pimpinan perusahaan asing yang membentuk perusahaan di dalam negeri, serta mengajukan Golden Visa selama 5 tahun, mesti melakukan investasi sebesar 25 juta dolar AS, sementara untuk izin tinggal 10 tahun, nilai penanaman modal yang mesti diberikan yakni sebesar 50 juta dolar AS.

Sasaran dari program ini yakni untuk menarik investor asing dari 10 negara potensial, antara lain Singapura, Jepang, China, Korea, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Uni Emirat Arab (UEA), mengingat 10 negara tersebut menjadi penyumbang foreign direct investment yang tinggi pada tahun 2023.

Nantinya investasi yang masuk ke Indonesia akan diprioritaskan untuk mengisi kekosongan dalam "pohon industri" yang sudah disiapkan, sehingga pemajuan ekonomi melalui hilirisasi bisa dirasakan secara optimal.
 Pohon industri dapat diartikan sebagai hasil produk dari suatu komoditas yang disajikan dalam bentuk bagan, gambar, atau diagram.

Seperti pohon industri di sektor tembaga dan pengolahan hutan yang dalam pengelolaannya bisa dimanfaatkan oleh sektor lain, yakni untuk industri elektronika, otomotif, industri biomedis, industri kimia, industri militer, serta diversifikasi kerajinan.

Pada awal peluncuran Golden Visa, kebijakan ini langsung berhasil menggaet investor asing sebanyak 300 orang, dengan total investasi sebesar Rp2 triliun. Pemerintah menyatakan dari nilai penanaman modal tersebut ditujukan untuk sektor industri dirgantara, serta pembangunan smelter hilirisasi.

Melalui dua skema itu diharapkan bisa mendorong terciptanya ekosistem investasi hilirisasi berkelanjutan yang bisa meningkatkan kontribusi sektor pengolahan di atas 25 persen, serta menaikkan pendapatan per kapita masyarakat di atas 30 ribu dolar AS, sehingga Visi Indonesia Emas 2045 bisa terwujud.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024