Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan (Dephan) RI optimistis bahwa Komisi I DPR akan menerima keputusan pembelian 32 panser VAB (Vehicule de l`Avant Blinde) dari Perancis senilai Rp287,24 miliar tanpa tender, karena harga dasar dari pembelian langsung itu sudah turun. "Saya kira DPR sudah memahami sekarang. Yang kita pesan memang penunjukan langsung karena yang kita butuhkan adalah VAB, bukan panser lain. Itu supaya bersambung dengan 14 buah yang telah kita miliki. Dari segi efisiensi dan operasional serta perawatan jauh lebih memudahkan operasi," kata Menteri Pertahanan Jowono Sudarsono di Jakarta, Rabu. Menurut Menhan, pihaknya telah mengirim 12 bintara untuk dilatih di Perancis supaya operasi TNI di Lebanon Selatan dapat digelar sesegera mungkin. Dari hasil kunjungan tim Dephan ke Perancis diperoleh keputusan bahwa harga dasar panser-panser yang dibeli tidak lagi 355 ribu euro melainkan sekitar 305 ribu euro. "Insya Allah nanti saya jelaskan dengan teman-teman Komisi I (dalam Rapat Dengar Pendapat tanggal 25 September 2006-red.)," katanya menjawab pertanyaan wartawan seusai membuka Seminar Pertahanan bertajuk "Pemberdayaan Potensi Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara". Menyinggung tentang pendapat anggota Komisi I DPR, Suripto, bahwa peralatan yang tepat untuk dibeli untuk mendukung misi TNI yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB (UNKPF) di Lebanon Selatan adalah pesawat tanpa awak atau helikopter, Juwono Sudarsono mengatakan itu bukan porsi TNI melainkan porsi angkatan bersenjata dari negara lain, yakni Spayol, Perancis dan Italia. "Mereka punya kemampuan itu. Terus terang itu juga penugasan dari PBB. Dari PBB, tidak ada penugasan untuk kita membeli pesawat heli. Pembelian panser itu pun dalam rangka pemantapan kekuatan Kostrad. Jadi kalau kembali ke Indonesia, kendaraan tempur jenis itu masih diperlukan untuk berbagai operasi-operasi daerah rawan," katanya. Ke-32 panser yang terdiri dari tipe kendaraan tempur, ambulans dan komando itu akan dikirim langsung dari Perancis ke Lebanon Selatan dalam tiga tahap, yakni akhir Oktober, akhir November, dan sebelum perayaan Natal 2006, kata Juwono Sudarsono. Pro-kontra DPR dengan pemerintah yang dipicu oleh keputusan Dephan untuk membeli 32 panser VAB dari Perancis senilai Rp287,24 miliar tanpa tender itu berujung pada keputusan sidang paripurna DPR 12 September yang meminta Departemen Keuangan untuk tidak mencairkan dulu dana pembelian 32 panser VAB Perancis tersebut. Direktur Eksekutif Lembaga Studi Strategis dan Studi Pertahanan Indonesia (Lesperrsi), Rizal Darmaputra, berpendapat proses pembelian panser Perancis tanpa tender itu membuktikan masih kuatnya "dominasi militer" di Dephan dan belum dimilikinya acuan yang jelas dalam "military procurement" yang menjadi standar pengadaan peralatan militer. "Dalam konteks `military procurement`, Dephan masih didominasi oleh perwira militer yang masih ingin terlibat dalam bisnis. Walaupun ini wilayahnya Dephan, mereka tetap ingin terlibat sebagai `broker-broker bisnis (pengadaan Alutsista)," katanya kepada ANTARA pekan lalu. Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Suripto, mengusulkan pembentukan "Parliamentary Oversight Committee" (Komite Kealpaan Parlemen) untuk menyelidiki kekeliruan pemerintah dalam pembelian perlengkapan bagi kontingen TNI yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB (UNPKF) di Lebanon. "Komisi I perlu membentuk `Parliamentary Oversight Committee` yang khusus mengawasi keterlibatan TNI dalam UNPFK," katanya. Terkait dengan harga panser dari Perancis yang turun drastis pun perlu diselidiki. Ada sesuatu yang perlu diselidiki lebih dalam mengapa harganya drastis turun dan ini merupakan bagian dari tugas Parliamentary Oversight Commitee untuk menyelidikinya, katanya. Dalam soal pembelian 32 panser VAB dari Perancis senilai Rp287 miliar tanpa proses tender itu, Suripto mengatakan, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono "grasa-grusu" (terburu-buru, red) padahal tim pendahulu yang bertugas melihat medan dan cuaca di Lebanon belum berangkat. "Menhan grasa- grusu dalam menentukan pembelian panser. Saya tanya sebelum menentukan panser apakah kita sudah mengirim `advance team` apa panser cocok (untuk medan dan iklim Lebanon-red)," katanya. Namun, dikatakannya, Menhan justru mengatakan advance team itu baru dikirim minggu depan untuk melihat medan, cuaca, di Lebanon seperti bagaimana terjalnya gunung. Seharusnya berdasarkan laporan tim pendahulu itu, Menhan baru mengambil langkah-langkah berikutnya, termasuk menentukan peralatan pendukung apa yang paling cocok bagi misi TNI di Lebanon. Persoalan pembelian panser untuk mendukung misi TNI yang menjadi bagian dari pasukan perdamaian PBB di Lebanon itu mencuat setelah hampir seluruh fraksi di Komisi I DPR dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah pada 8 September lalu mempertanyakan rencana pembelian kendaraan angkut personil Perancis itu. Kesimpulan Rapat Komisi I ketika itu meminta pemerintah melakukan proses tender namun Sekjen Departemen Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan, pihaknya tetap akan membeli 32 panser VAB dari Renault Trucks itu tanpa tender karena waktu yang sempit dan mendesak. Indonesia menyiapkan satu batalyon mekanis TNI yang berasal dari TNI Angkatan Darat (652 personel), TNI Angkatan Laut (273), TNI Angkatan Udara (39), Markas Besar TNI (13) dan Departemen Luar Negeri tiga orang sebagai penerjemah untuk mendukung misi PBB di negara yang sebagian wilayahnya porak-poranda akibat invasi Israel itu. Pasukan TNI tersebut semula akan diberangkatkan secara bertahap pada 20 dan 28 September 2006.Namun ternyata pemberangkatan itu diundur hingga bulan Oktober . (*)
Copyright © ANTARA 2006