Semarang (ANTARA News) - Sekitar 1,1 juta hingga 1,3 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit epilepsi (ayan) atau sekitar dua persen dari jumlah pengidap epilepsi di dunia yang mencapai 50 juta orang. Ahli penyakit epilepsi Dr. dr. Zainal Muttaqin, Sp.B.S., di Semarang, Rabu, mengatakan penyembuhan dengan obat-obatan mutakhir tidak sepenuhnya menjamin pasien epilepsi sembuh, bahkan riset di sejumlah negara mengungkapkan 30-40 persen pasien yang hanya mengandalkan obat-obatan masih terus terkena serangan kejang-kejang. "Jenis epilepsi bandel cenderung kebal terhadap obat-obatan. Ironisnya, kelompok pengidap epilepsi bandel ini menghabiskan biaya sangat besar untuk pengobatan epilepsi," kata dokter spesialis bedah syaraf yang juga staf pengajar Fakultas Kedokteran Undip Semarang. Menurut dia, bila serangan berupa kejang-kejang terus berulang, bukan hanya menghabiskan biaya untuk pembelian obat-obatan, di sisi lain sel-sel otak yang rusak juga makin bertambah banyak, sehingga akan mengganggu aktivitas belajar, bekerja, dan bersosialisasi dengan masyarakat lain. "Angka kematian pengidap epilepsi bandel (lobus temporali) ini lima kali lebih banyak dibandingkan yang tidak terkena penyakit ini," kata doktor lulusan Universitas Hiroshima Jepang tersebut. Ia menegaskan pengidap epilepsi bandel yang tetap melakukan penyembuhan dengan mengandalkan obat termasuk obatan-obatan mutakhir, hanya sekitar 4-5 persen yang menjadi baik, sedangkan sisanya tidak mengalami perubahan signifikan. Menurut Zainal, penderita epilepsi "lobus temporali" memiliki kesempatan menjadi lebih baik (normal) bila mau melakukan operasi bedah syaraf. "Melalui operasi, peluang menjadi lebih baik sekitar 50 persen. Jadi jauh lebih tinggi daripada hanya mengandalkan pengobatan," katanya menegaskan. Ia menambahkan melalui operasi, penderita epilepsi yang membandel itu memiliki peluang bebas dari kejang sebesar 64 persen, sementara itu bila menggunakan obat-obatan peluang bebas kejang hanya delapan persen. Mengenai perbandingan biaya yang dikeluarkan oleh pengidap epilepsi, Zainal mengemukakan, biaya beli obat selama lima tahun 4-6 kali lipat lebih mahal ketimbang operasi bedah syaraf. Ia menyebutkan sejak 1999 hingga sekarang RSUP dr. Kariadi Semarang telah melakukan 105 operasi epilepsi, 95 orang di antaranya mengidap epilepsi bandel. Dari riset terhadap pasien yang dioperasi yang dilakukan oleh Zainal, sebanyak 70 orang selama satu tahun sejak dioperasi tidak mengalami kejang-kejang, sisanya menjadi lebih baik. Menurutnya, meski sebagian penderita epilepsi juga mengidap retardasi mental, dari pasien yang dioperasi di RSUP Kariadi sebanyak 30 orang berhasil menyelesaikan studi sarjana, sisanya bisa lulus SLTP dan SLTA. Mengenai biaya operasi bedah syaraf pengidap epilepsi, Zainal membeberkan untuk kelas III dipungut biaya operasi Rp6-Rp7 juta, sedangkan kelas VIP menghabiskan biaya seluruhnya Rp25 juta. "Kalau masyarakat miskin, mereka bebas biaya karena ditanggung pemerintah melalui Askeskin," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006