Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pengamat politik menyebut permintaan maaf yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan 2024 perlu disertasi dengan tindak lanjut solusi, mengingat masih ada sisa waktu sebelum masa pemerintahannya berakhir.
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati mengatakan, permintaan maaf Presiden Jokowi merupakan poin penting dan sebaiknya diikuti dengan upaya memperbaiki hal yang dirasa masih kurang.
“Saya pikir kata maaf menjadi poin penting ketika seorang pemimpin sudah mau paripurna ketika akan selesai menjabat. Namun demikian, permintaan maaf beliau juga perlu ada tindak lanjut solusi yang ditawarkan di sisa tiga bulan terakhir ini,” kata Wasisto kepada ANTARA saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Hal senada juga dikatakan pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti. Menurut dia, permintaan maaf Presiden perlu disertai tindakan memperbaiki kesalahan selama masa kepemimpinannya.
“Ada tindakan dari permintaan maaf itu yang memperlihatkan bahwa beliau itu tulus, menyadari betul efek dari tindakan-tindakan, pembiaran, atau apalah namanya, yang terjadi semasa pemerintahan beliau. Nah, masih ada waktu dua bulan ke depan,” ujar Ray ketika dihubungi lewat sambungan telepon.
Lebih lanjut, pakar ilmu politik Universitas Indonesia Cecep Hidayat menyebut, permintaan maaf Presiden Jokowi merupakan hal yang manusiawi dalam konteks hubungan manusia. Namun, sebagai seorang kepala negara, permintaan maaf tersebut perlu perlu ditelusuri lebih lanjut.
“Untuk sebagai seorang Presiden, itu permintaan maaf dia itu untuk apa? Dalam konteks apa? Apakah ada kekeliruan dalam kebijakan atau yang lain? Itu bukan sekadar maaf. Itu kan bisa telusuri nanti ke depannya,” ucap Cecep via telepon.
Cecep berharap, permintaan maaf Presiden bukan sekadar formalitas. Menurutnya, perlu ada elaborasi lebih lanjut jika memang ada kekhilafan dalam kepemimpinan Jokowi selama sepuluh tahun terakhir.
“Ini memang harus dielaborasi. Siapa? Ya nanti, ya, banyak pihak yang bisa mengevaluasi, mungkin kebijakan-kebijakan bisa di-review (ditinjau) misalnya oleh parlemen nanti. DPR RI bisa me-review (meninjau) kebijakan yang mungkin kurang tepat, inefficient (tidak efisien), atau yang lainnya, kemudian [juga] oleh masyarakat sipil,” ujar Cecep.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa ia dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas kekecewaan maupun harapan yang belum bisa terwujud.
“Saya dan Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin mohon maaf. Mohon maaf untuk setiap hati yang mungkin kecewa untuk setiap harapan yang mungkin belum bisa terwujud, untuk setiap cita-cita yang mungkin belum bisa tergapai,” kata Jokowi pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2024 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.
Jokowi terhitung menyampaikan permohonan maaf sebanyak empat kali. Ia menyadari dirinya masih belum sempurna dalam memimpin Indonesia. Oleh karena itu, Kepala Negara merasa perlu meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas segala keterbatasannya.
"Sekali lagi, kami mohon maaf. Ini adalah yang terbaik, yang bisa kami upayakan bagi rakyat Indonesia, bagi bangsa dan negara Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Presiden sampaikan empat kali permohonan maaf pada Sidang Tahunan MPR
Baca juga: Ketua DPR apresiasi permintaan maaf Jokowi saat Sidang Tahunan MPR
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024