Keluarga sudah belikan tanah untuk Satinah

  • Jumat, 28 Maret 2014 18:55 WIB
Keluarga sudah belikan tanah untuk Satinah
Sulastri, kakak ipar TKI Satinah, memperlihatkan foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari lalu di penjara Kota Buraydah, Arab Saudi, di rumahnya di Desa Kalisidi, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (25/3). (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Semarang (ANTARA News) - Keluarga Satinah sudah membelikan tanah menggunakan uang hasil kerjanya di Arab Saudi dan berharap perempuan itu bisa bebas dari hukuman pancung dan bisa kembali ke Tanah Air.

"Satinah ingin membeli tanah dan menyekolahkan anaknya. Itulah yang mendorongnya pergi lagi ke Arab Saudi jadi TKI," kata Sulastri (39), kakak ipar Satinah yang tinggal di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat.

"Belum sampai uang untuk membeli tanah terkumpul, ternyata kena masalah ini," tambah dia.

Menurut Sulastri, kakak-kakak Satinah sudah menambah uang Satinah yang sudah terkumpul dan menggunakannya untuk membeli tanah di Dusun Mrunten Wetan, Ungaran.

"Yang nutup ya kakak-kakaknya. Sudah disertifikatkan pula. Maksud kakak-kakaknya ingin membahagiakan Satinah kalau nanti pulang, tanahnya sudah bisa dibeli," kata istri Paeri (46) itu.

Warga Dusun Mrunten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, itu menyebut Satinah sebagai orang yang tidak bisa berdiam diri.

"Satinah itu memang pekerja keras. Keberangkatan dia yang ketiga kalinya ini kan untuk membeli tanah dan menyekolahkan putrinya," kata

Ia menuturkan, sebelum menikah Satinah bekerja serabutan, berjualan di Pasar Ungaran dan menjual sayuran di rumahnya.

"Pernah juga kerja di Jakarta, ikut perusahaan konveksi. Setelah menikah, Satinah ikut suaminya di Tegal, tapi kemudian berpisah," katanya.

Setelah itu Satinah bekerja di Arab Saudi dan menitipkan anaknya, Nur Apriana, kepada Paeri dan Sulastri.

Ia menambahkan, Satinah selama ini memang lebih dekat dengan keluarga Paeri, kakaknya yang nomor lima, dibandingkan kakak-kakaknya yang lain.

Sulastri juga bercerita, selama bekerja di Arab Saudi, Satinah pernah meminta dibawakan ceriping pisang dan kacang bawang jika ada keluarga yang berangkat ke Arab Saudi untuk menjenguk.

Keluarga membawakan pesanan itu ketika menjenguk Satinah, yang merupakan anak bungsu dari enam bersaudara, di Arab Saudi tahun 2013.

"Saya sampai nangis, ya mungkin di sana tidak ada makanan seperti itu. Sesampainya di sana, ternyata ceripingnya remuk. Malah Satinah sempat tertawa diguyoni (diajak bercanda) kakaknya," katanya.

Satinah dijatuhi hukuman pancung pada 13 September 2011 karena dinilai terbukti membunuh majikannya, Nura Al Garib, dan mengambil uang 37.970 riyal Saudi pada Juni 2007.

Pemerintah berusaha membebaskan Satinah dari hukuman pancung dengan merundingkan pembayaran diat dengan keluarga korban.

Keluarga korban menyatakan akan memberikan maaf asal mendapat diat 10 juta riyal dalam jangka waktu satu tahun dua bulan terhitung sejak 23 Oktober 2011 yaitu pada 14 Desember 2012.

Namun setelah perundingan keluarga menurunkan nilai diat menjadi tujuh juta riyal. Batas waktu pembayaran diat Satinah juga diperpanjang hingga 3 April mendatang.

Pemerintah Indonesia baru sanggup menyediakan empat juta riyal.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Gatot Abdullah Mansyur mengatakan saat ini keluarga mau menerima uang satu juta riyal atau sekitar Rp3 miliar untuk menunda hukuman pancung hingga dua tahun mendatang.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait