Jakarta (ANTARA) -

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr. Mega Febrianora, Sp.JP(K), FIHA, FAPSC, CRFC mengemukakan bahwa kampanye anti rokok bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah bertambahnya perokok khususnya di kalangan remaja.

“Coba buat 'campaign' baru, misalnya, 'Keren tanpa merokok' dan itu dilakukan oleh para remaja," kata Mega dalam diskusi daring yang digelar Kementerian Kesehatan dengan tajuk "Merdeka Dari Asap Rokok" di Jakarta pada Jumat.

Apalagi kalau yang melakukan anti rokok itu remaja putri. "Karena remaja putri kan incaran remaja putra. Mereka juga sedang masa puber. Itu mungkin cara paling taktikal ya," katanya.

Mega menilai, metode dengan melarang atau hanya sekedar memberitahukan dampak negatif rokok tak cukup efektif untuk mencegah para remaja mencoba rokok.

Bahkan banyak remaja yang umumnya semakin dilarang maka rasa ingin tahunya akan semakin tinggi. Karena itu, membuat kampanye atau tren baru tentang hidup tanpa rokok dapat menjadi cara yang bisa dicoba.

Baca juga: FAKTA: Sembilan dari sepuluh mal di Jakarta penuh asap rokok

Selain itu, sekolah dan keluarga juga memiliki peranan yang besar dalam mendukung remaja untuk tidak merokok.

Apabila seorang remaja hidup di lingkungan yang menormalisasi kebiasaan merokok, maka akan lebih sulit untuk membuat remaja tak mencoba rokok. Hal ini justru akan membentuk pola pikir bahwa merokok adalah sebuah kebiasaan yang wajar, apalagi di kalangan laki-laki.

Selain itu, Mega juga mengimbau kepada para remaja agar tak terjerumus dalam lingkaran pertemanan yang tidak sehat. Sebab saat ini, ada pula sebutan "social smoker" di kalangan generasi muda dan mereka hanya merokok saat sedang berkumpul dengan teman-teman demi harga diri.

"Masih banyak lingkungan pertemanan yang positif. Misalnya, sekarang lagi tren grup lari 'kan. Itu lebih sehat daripada ikut-ikutan tren merokok," kata Mega.

Baca juga: 63,1 persen perokok laki-laki berpotensi pakai ganja

Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif terus bertambah.

Pada data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5 persen), diikuti usia 10-14 tahun (18,4 persen).

Mega menjelaskan, saat ini sudah terdapat pula beberapa peraturan baru yang diharapkan bisa menurunkan jumlah perokok di Indonesia.

"Kita punya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Itu dikatakan bahwa usia minimal merokok dinaikkan dari 18 menjadi 21 tahun," kata Mega.
Baca juga: Pemprov DKI secara rutin lakukan penegakan aturan dilarang merokok



Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024