Larantuka (ANTARA News) - Penggunaan bom ikan menimbulkan kerusakan terumbu karang di wilayah perairan utara Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tim Ekspedisi Pemantauan Terumbu Karang untuk Evaluasi Dampak di Alor dan Flores Timur melihat bekas-bekas penggunaan bom ikan di wilayah itu.
"Dari pengamatan visual, utara Alor yang di luar Kawasan Konservasi Perairan Daerah agak rusak bekas lokasi pengeboman. Tidak sebaik lokasi lain yang dipantau," kata Nara Wisesa, Koordinator Lapangan Pemantauan Terumbu Karang untuk Evaluasi Dampak di Alor dan Flores Timur.
"Sedangkan di perairan timur Alor kondisinya bagus tapi arus kencang. Sekitar Pantar lumayan bagus kalau sekitar Solor banyak bekas pemboman karena di sana belum konservasi, masih diproses," katanya di Pusat Pelelangan Ikan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, Jumat.
Tim gabungan dari organisasi konservasi World Wide Fund for Nature (WWF), Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor dan Kabupaten Flores Timur sejak 13 Maret lalu melakukan ekspedisi.
Ekspedisi dengan Kapal Layar Motor FRS Menami yang dimulai dari Kalabahi, Kabupaten Alor, tersebut dilakukan untuk mengevaluasi dan menyusun data dasar terumbu karang.
"Pemantauan di Alor dan Flores Timur ini baru pertama kali. Tujuannya untuk baseline data yang akan di follow up setiap 1-2 tahun," kata Nara.
Tim gabungan ini akan mengumpulkan data populasi ikan dan tutupan karang di perairan sekitar Pulau Alor, Solor, Pantar, Adonara, dan Flores Timur hingga 2 April 2014.
Hingga Jumat ini, tim gabungan telah melakukan pemantauan di 28 lokasi atau 56 titik sampling antara lain 22 lokasi untuk 44 titik sampling di perairan sekitar Kabupaten Alor dan Pantar, serta dua lokasi di Flores Timur dan empat lokasi di Solor dengan 12 titik sampling.
"Selanjutnya kita akan pemantauan di 10 lokasi perairan sekitar Pulau Adonara dan Flores Timur. Jadi total ada 76 sampling dalam ekspedisi ini," jelas Nara.
Nara memaparkan, dalam setiap lokasi pemantauan diturunkan tim survei terumbu karang dan tim survei populasi ikan yang masing-masing terdiri atas minimal empat orang. Setiap survei dilakukan selama 50-60 menit.
Tim survei terumbu karang memeriksa bentuk dan kondisi terumbu karang setiap 50 sentimeter sementara tim survei populasi ikan mengamati jenis, jumlah, dan ukuran ikan.
"Kendala selama ini arus kencang di Pantai Timur Alor dan di beberapa lokasi susah ditemukan terumbu karang seperti di Pantai Utara Alor yang hancur karena bekas pengeboman dan di Pantai Selatan Alor hanya ditemukan terumbu karang di satu titik. Hambatan lain air yang dingin," jelas Nara.
Kawasan Alor dan Flores berada di gugusan rantai pulau Nusa Tenggara Timur. Masyarakat pesisir di Alor dan Flores Timur umumnya hidup dengan menangkap ikan.
Namun ekosistem laut yang tergolong baik di daerah ini juga menarik nelayan dari luar kawasan untuk menangkap ikan sehingga tekanan terhadap sumber daya di wilayah perairan itu semakin tinggi.
Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014