Pelayanan kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja harus dilihat sebagai upaya pencegahan untuk mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, kematian ibu serta bayi akibat risiko reproduksi di usia anak
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan memandang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak dan remaja sebagai upaya mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan mencegah kekerasan seksual berupa pemaksaan perkawinan.

"Pelayanan kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja harus dilihat sebagai upaya pencegahan untuk BMW4D mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, kematian ibu serta bayi akibat risiko reproduksi di usia anak, dan dari kekerasan seksual berupa pemaksaan perkawinan," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Baca juga: BKKBN minta daerah prioritaskan pengadaan kontrasepsi jangka panjang

Upaya kesehatan reproduksi itu tertuang dalam Pasal 96 - 130 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan).

Dikatakannya, kekerasan seksual yang dialami oleh anak perempuan usia sekolah/remaja perempuan, seperti pemaksaan perkawinan, termasuk perkawinan anak dapat berakibat kehamilan tidak diinginkan dan gangguan kesehatan reproduksi dan seksual.

Menurut dia, akses pada layanan alat kontrasepsi perlu diberikan untuk menghindari kehamilan dalam usia anak, utamanya bagi mereka yang mendapatkan dispensasi kawin karena belum berumur 19 tahun.

Baca juga: Disdikpora DIY kaji aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar

Alat kontrasepsi juga perlu dipastikan dapat diakses oleh anak perempuan dan perempuan korban kekerasan seksual untuk mencegah kemungkinan kehamilan tidak dikehendaki akibat tindak kekerasan seksual yang dialami, maupun pemaksaan perkawinan akibat kehamilan yang tidak diinginkan.

"Akses kontrasepsi ini juga dapat mencegah mereka menghadapi berbagai dampak lanjutan akibat kehamilan yang tidak diinginkan, seperti kehilangan akses pendidikan, pengucilan, dan pemiskinan," kata Andy Yentriyani.

Komnas Perempuan pun mengapresiasi upaya pengaturan kesehatan reproduksi dan seksual pada laki-laki dan perempuan secara komprehensif dan terpadu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan).

Baca juga: MUI Makassar desak revisi PP 28/2024 pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024