Kami dari OJK akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk penerapan pajak baru kripto ini
Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi menyatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan penyesuaian pajak baru untuk transaksi aset kripto.

Hasan Fawzi mengatakan di Jakarta, Kamis, bahwa pembahasan tersebut merupakan bagian dari proses peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK yang ditargetkan terealisasi pada awal 2025.

“Kami dari OJK akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk penerapan pajak baru kripto ini,” ujarnya.

Dengan pengawasan yang dialihkan ke OJK, maka pajak aset kripto diprediksi akan berubah karena aset tersebut akan diklasifikasikan ulang sebagai aset keuangan digital, bukan lagi sebagai komoditas.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68 Tahun 2022, saat ini transaksi aset kripto pada platform crypto exchange yang terdaftar di Bappebti dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi.

Namun, jika transaksi tersebut dilakukan pada platform yang tidak terdaftar di Bappebti, maka tarif PPN meningkat menjadi 0,22 persen.

Selain itu, kini transaksi aset kripto juga dikenakan pajak penghasilan (PPh) senilai 0,1 persen untuk transaksi yang berlangsung di platform yang terdaftar dan sebesar 0,2 persen di platform yang tidak terdaftar.

Mempertimbangkan berbagai pajak yang dikenakan tersebut, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya menyampaikan bahwa pihaknya berencana untuk mengusulkan penurunan tarif pajak setengah dari tarif yang berlaku saat ini.

CEO INDODAX Oscar Darmawan mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik inisiatif OJK untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan dinamika industri aset digital saat ini.

Meskipun optimis bahwa peraturan tersebut dapat mendorong pengembangan pasar kripto dalam negeri, tapi pihaknya tetap menekankan pentingnya keseimbangan dalam penerapan kebijakan baru tersebut.

Ia menilai bahwa regulasi yang terlalu ketat atau memberatkan justru dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan industri.

“Kami berharap bahwa regulasi baru ini tidak hanya fokus pada aspek pengenaan pajak, tetapi juga mempertimbangkan potensi industri kripto sebagai pendorong ekonomi digital di Indonesia,” ucapnya.

Oscar juga menggarisbawahi perlunya dialog yang terbuka antara pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya, terutama para pelaku pasar, untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat menciptakan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan.

Ia pun mengatakan bahwa pihaknya siap untuk terus berkolaborasi dengan regulator dalam memastikan bahwa kebijakan yang diambil mendukung pertumbuhan industri kripto sekaligus melindungi kepentingan investor.

“Kami percaya bahwa dengan regulasi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi digital global," imbuhnya.

Kementerian Keuangan mencatat bahwa industri kripto berkontribusi sebesar Rp798 miliar terhadap total pungutan pajak dari sektor ekonomi digital yang mencapai Rp25,88 triliun hingga Juni 2024.

Baca juga: OJK : Nilai transaksi aset kripto Rp301,75 triliun di semester I-2024
Baca juga: INDODAX sebut inovasi OJK tumbuhkan optimisme industri kripto
Baca juga: Reku sebut investor kripto RI didominasi generasi muda


Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024