“Seharusnya perempuan difasilitasi atau didorong untuk terjun ke politik, menjadi kepala daerah misalnya agar kebijakan yang dihasilkan bisa lebih berperspektif gender, anak, dan memperhatikan kelompok marginal,”

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Annisa Alfath mendorong partai politik memberikan ruang sebesar-besarnya terhadap calon kepala daerah perempuan di Pilkada Serentak 2024.

Hal ini mengingat selain masih adanya stigma perempuan dalam berpolitik masih tabu. Ada juga tantangan ke depan bahwa sentuhan kepemimpinan perempuan di berbagai tempat amat dibutuhkan.

“Seharusnya perempuan difasilitasi atau didorong untuk terjun ke politik, menjadi kepala daerah misalnya agar kebijakan yang dihasilkan bisa lebih berperspektif gender, anak, dan memperhatikan kelompok marginal,” kata Annisa dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Dia menyebutkan terdapat tiga faktor kekerasan terhadap perempuan masih terjadi di dunia politik. Pertama, hambatan psikologis seperti perempuan dinilai tidak cocok untuk menjadi pemimpin.

Selanjutnya soal materi dan terakhir berkaitan doktrin sosial-budaya yang masih patriarkis.

“Kalau dilihat, banyak perempuan yang kemudian mencalonkan diri atau terpilih menjadi kepala daerah memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah sebelumnya, misalnya istri, anak atau hubungan darah lainnya dengan tujuan melanjutkan kekuasaan kepala daerah sebelumnya. Ini sangat miris, namun kenyataannya memang begitu,” ujarnya.

Ia mengatakan peran perempuan untuk maju menjadi pemimpin daerah paling tidak bisa dijadikan standar baru bagi para partai politik.

Seperti salah satunya sistem meritokrasi harus berjalan dengan melihat rekam jejak seseorang mengerti atau tidak dalam memimpin suatu organisasi, atau daerah tempat yang dipimpinnya.

Partai politik juga perlu memberikan pemahaman kepada publik bahwa kepemimpinan perempuan sejajar dengan kaum pria.

“Kaderisasi partai politik yang berperspektif gender. Juga pendidikan politik kepada masyarakat yang berperspektif gender untuk menormalisasi kepemimpinan perempuan,” ucap Annisa.

Selain itu, Annisa menekankan soal kebijakan dari negara sendiri. Menurutnya, negara harus mendorong kebijakan affirmative action, seperti syarat persentase 30 persen kandidat perempuan dalam daftar pencalonan anggota legislatif.

Kebijakan serupa bisa diterapkan atau dimodifikasi secara kuantitatif dalam gelaran Pilkada Serentak 2024.

Dan juga membuka kemungkinan, batas calon independen menjadi 3 hingga 6 persen agar membuka kemungkinan kandidat-kandidat alternatif untuk maju.

“Bukan tidak mungkin ada calon perempuan yang kemudian bermunculan,” pungkasnya.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024