Kami ranahnya gratifikasi, kalau ranahnya di sana akan kami proses, kalau bisa di-OTT (Operasi Tangkap Tangan) akan kami segera laksanakan, bukan ranah kami saat calon membayar ke voters tapi saat incumbent menggunakan anggaran,"Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengincar para calon anggota legislatif (caleg) yang masih menjabat sebagai penyelenggara negara namun berani menerima gratifikasi.
"Kami ranahnya gratifikasi, kalau ranahnya di sana akan kami proses, kalau bisa di-OTT (Operasi Tangkap Tangan) akan kami segera laksanakan, bukan ranah kami saat calon membayar ke voters tapi saat incumbent menggunakan anggaran," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Konferensi pers tersebut dilakukan bersama dengan Kepala Biro Hukum Komisi Pemilihan Umum Nur Syarifah, komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah, Direktur Pemeriksaan dan Riset Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana untuk mengumumkan pembentukan gugus tugas keempat lembaga tersebut ditambah Komisi Informasi Pusat.
"Kami menyepakati antara KPK, KPU, Bawaslu dan Komisi Informasi Pusat untuk membentuk gugus tugas yang akan berkoordinasi secara intens terkait persoalan di lapangan misalnya mengawal bantuan sosial agar tidak disalahgunakan, kemudian bicara juga potensi terjadinya kecurangan saat pemilu," kata Adnan menambahkan.
Nasrullah mengatakan bahwa gugus tugas berfungsi untuk memberikan warna yang berbeda dalam pemilu 2014 ini dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
"Gugus tugas fokus apakah menyangkut dana bansos, hibah, dana kampanye, jadi fokus untuk hal-hal apa saja yang jadi otoritas KPK dan otoritas penyelenggara pemilu tapi bisa di-share," kata Nasrullah.
KPK pada 12 Februari 2014 lalu sudah mengirimkan surat imbauan yang ditujukan kepada 15 ketua umum partai politik peserta pemilu agar mengingatkan bila ada caleg DPR, DPD dan DPRD yang masih menjabat sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD atau posisi lainnya yang dikategorikan penyelenggara negara atau pegawai negeri supaya tidak menerima dana kampanye atau penerimaan dalam bentuk lain karena masuk dalam kategori gratifikasi.
Bila terpaksa atau telah menerima, maka penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut wajib melaporkan kepada KPK selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.
Direktur Pemeriksaan dan Riset Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan bahwa PPATK memang menemukan kenaikan transaksi tunai pada tahun berlangsungnya pemilu.
"Transaksi keuangan yang dilaporkan ke PPATK pada 2003-2004 terjadi anomali transaksi tunai yaitu 145 persen dan tidak pernah dalam sejarah laporan seperti itu, selanjutnya pada 2008-2009 ada 125 persen transaksi tunai, kami kurang lebih mengantisipasi hal yang sama dalam proses pemilu tahun ini," kata Ivan.
Artinya menurut Ivan ada korelasi aktivitas politik dan aktivitas transaksi yang tergambar dalam laporan.
"Jadi di tahun politik itulah terjadi peningkatan yang signifikan, kami belum mengatakannya di 2014 ini, intinya ada korelasi," ungkap Ivan.
Modus transaksi tunai yang dilakukan, menurut Ivan, adalah menerima gratifikasi, memanfaatkan anggaran daerah, anggaran pemerintah untuk diri sendiri, melakukan transaksi dengan rekening pribadi keluarga dengan sumber dana yang berasal dari sumber dana yang tidak seharusnya dikelola.
"Tapi modus selalu berubah, jadi dalam penggunaan profile manusia dan instrumen transaksi dan bisa memecah-mecah jumlah uang agar tidak mencurigakan untuk dilaporin ke PPATK tapi kami sudah sangat cermat untuk menelusuri nama-nama dari KPK, KPU dan sumber-sumber lain," jelas Ivan.
Nilai nominal uang yang ditelusuri, menurut Ivan, antara ratusan juta hingga "unlimeted".
"Unlimeted prinsipnya apakah sesuai profile yang bersangkutan, kalau ada transaksi ratusan miliar bisa karena pengusaha sehingga tidak mencurigakan tapi bank juga melaporkan karena yang bersangkutan mengikuti pileg tapi kalau PNS ada transaksi ratusan juta bisa mencurigakan," jelas Ivan.
Sedangkan Kepala Biro Hukum Komisi Pemilihan Umum Nur Syarifah mengaku sudah menerima laporan penerimaan dana kampanye.
"Tapi kami tidak diberi kewenangan untuk melakukan audit laporan dana kampanye karena yang mengaudit adalah akuntan publik yang baru akan dilakukan setelah 15 hari setelah pemungutan suara yaitu 24 April, tapi laporan dana kami tampilkan di website KPU jadi dana bisa ditracking di sana," kata Syarifah.(*)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014