Jakarta (ANTARA) - Pelaksana harian Pusat Strategi Kebijakan (Pustrajakan) Kewilayahan, Kependudukan, dan Pelayanan Publik (KKPP) Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Faisal Syarif mengatakan penghapusan kemiskinan ekstrem bukan hanya menjadi target nasional, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan di daerah.

"Kolaborasi sangat diperlukan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, sehingga hasilnya dapat lebih maksimal," kata Faisal dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Muhadjir sebut penanganan kemiskinan ekstrem perlu pendekatan lokal

Dia menegaskan kemiskinan ekstrem harus diperhatikan dan tidak bisa dibiarkan terus berlangsung karena dampaknya sangat luas, mulai dari kesehatan, pendidikan hingga produktivitas masyarakat.

Selain itu, menurut dia, kemiskinan ekstrem dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Hal ini meliputi kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga layanan sosial.

Faisal mengatakan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2023 sebanyak 25,90 juta orang atau sekitar 9,36 persen.

Jumlah ini menurun sebanyak 250 ribu orang secara year-on-year dan menurun sebanyak 460 ribu orang jika dibandingkan pada September 2022.

Baca juga: BSKDN: Pemberdayaan masyarakat strategi atasi kemiskinan ekstrem

Sejalan dengan itu, kata dia, kemiskinan ekstrem Indonesia menunjukkan tren penurunan yang signifikan dari 2,14 persen pada Maret 2021 menjadi 2,04 persen pada Maret 2022, dan pada Maret 2023 menjadi hanya 1,12 persen.

Apabila tren penurunan ini terus berlanjut, menurut dia, maka tak dapat dipungkiri angka kemiskinan ekstrem di Indonesia akan mendekati nol pada tahun 2024 atau setidaknya di bawah 0,5 persen.

"Kemudian (daerah) perlu menyiapkan skema bagi masyarakat yang sudah keluar dari garis kemiskinan ekstrem, misalnya (penyediaan) lapangan kerja, pendampingan (atau pelatihan usaha untuk masyarakat) agar tidak kembali lagi ke garis kemiskinan ekstrem dan beragam langkah lainnya," ujarnya.

Dia juga mengingatkan seluruh pemerintah daerah (pemda) mengenai strategi yang perlu dilakukan untuk keluar dari garis kemiskinan ekstrem, yakni dengan memperkuat program-program pemberdayaan masyarakat yang berbasis pada potensi lokal.

"Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dapat dilakukan dengan pendekatan yang strategis berdasarkan tingkat kemiskinan di berbagai wilayah dan potensi lokal yang dimiliki daerah tersebut," ujar Faisal.

Baca juga: Wamenkeu II sebut Dana Desa beri andil dalam tekan angka kemiskinan
Baca juga: Bappenas sebut bantuan sosial perlu difokuskan jadi lebih produktif

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024