Jakarta (ANTARA) -
Perayaan ulang tahun sudah biasa dilakukan oleh banyak orang, mulai dari sekadar mengadakan jamuan makan bersama, memberikan hadiah kejutan bagi yang berulang tahun, hingga menggelar pesta nan meriah.

Tak sedikit umat Islam juga kerap melakukan perayaan ulang tahun.

Kendati demikian, masih banyak yang bertanya bagaimana hukum Islam memandang perayaan ulang tahun. Bolehkah? Dilarangkah?
 
Nabi Muhammad SAW tidak pernah memerintahkan seseorang atau para umatnya untuk merayakan hari ulang tahunnya. Oleh karena itu, tidak ada nilai ibadahnya meskipun dilakukan.
 
Terdapat perbedaan pendapat terkait perayaan ulang tahun di antara kalangan ulama. Ada yang mengatakan boleh dilakukan, tetapi ada juga yang menyatakan tidak boleh karena hukumnya haram.
​​​​​
Menurut ulama Syekh Ali Jum'ah, Salman Al-Audah, Amru Khalid, Lembaga Fatwa Palestina (Darul Ifta' Al-Filasthiniyyah), dan Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta' Al-Mishriyyah), perayaan ulang tahun boleh dilakukan, asalkan tidak melakukan perbuatan yang haram dan melanggar aturan Islam, seperti mabuk, kumpul bersama yang bukan mahram, dan menghamburkan uang.
 
Sedangkan Lembaga Fatwa Arab Saudi, Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Fatwa, menyatakan perayaan ulang tahun dianggap haram. Hal itu dilihat dari pedoman hadis riwayat Anas ra sebagai berikut:
 
"Dari Anas, ia berkata, Rasulullah SAW datang ke Madinah, dan orang Madinah memiliki dua hari raya di mana mereka bergembira. Lalu Rasulullah bertanya: 'Apakah dua hari ini?' Mereka menjawab: 'Kami biasa bermain (bergembira) pada dua hari ini sejak zaman Jahiliyah'. Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah menggantinya untukmu dengan dua hari raya yang lebih baik darinya, yaitu hari raya Adha dan hari raya Fitri.'." (HR Abu Daud)
 
Dari hadis tersebut, Rasulullah mengatakan bahwa hanya ada dua hari yang boleh dirayakan, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Oleh sebab itu, selain merayakan kedua hari tersebut dianggap haram atau tidak diperbolehkan.
Selain itu, perayaan ulang tahun dianggap sebagai budaya orang Yahudi. Perayaan ulang tahun orang Yahudi dikenal dengan pesta minuman keras dan kegiatan berkumpulnya laki-laki dan perempuan, sehingga perbuatan ini jauh dari ajaran Islami.
 
Hukum perayaan ulang tahun lebih diperhatikan dalam tindakan aktivitasnya, jika melakukan hal-hal yang haram tentu hukumnya berdosa dan dilarang. Namun, jika melakukan hal-hal baik untuk bersyukur atas hari lahir tentu hukumnya tidak berdosa.
 
Ketika sedang ulang tahun, umat Islam dianjurkan untuk mendekatkan diri, memanjatkan doa, dan meningkatkan rasa syukur telah diberikan nikmat panjang umur kepada Allah SWT dengan berpuasa atau sholat sunnah.
 
Cara Rasulullah merayakan hari ulang tahunnya, beliau menjalani puasa di hari Senin, hari dimana ia dilahirkan. Allah SWT juga berfirman dalam Surah Maryam ayat 33, 
"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali."
 
Hari kelahiran merupakan hari yang penuh dengan rasa syukur dan nikmat, sehingga lebih baik merayakan ulang tahun dengan melakukan kegiatan yang positif dan meningkatkan rasa iman kepada Allah SWT.

Baca juga: Riba: Pengertian dan hukumnya dalam Islam
Baca juga: Apakah main saham haram dalam Islam?
 

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024