2. Hukum waris adat

Hukum waris adat bersumber dari kebiasaan dan tradisi setempat berbeda-beda di setiap daerah, serta menganut keturunan dari bapak atau ibu.

Hukum waris adat tidak selalu tertulis dalam bentuk perundang-undangan. Aturan yang diwariskan secara turun-temurun dan diikuti oleh masyarakat adat, bisa berupa tradisi lisan atau tertulis.

Hukum waris adat mempunyai tiga sistem kekerabatan dalam pembagian warisnya, yakni:
  • Patrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang ditarik dari garis pihak bapak. Dalam hal ini, kedudukan laki-laki lebih menonjol dibandingkan perempuan dalam hal pembagian warisan, biasanya anak laki-laki mendapatkan pembagian warisan lebih banyak daripada anak perempuan.
  • Matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang ditarik dari garis pihak ibu. Dalam hal ini, kedudukan perempuan lebih menonjol daripada kedudukan dari garis laki-laki, pembagian warisannya pun lebih mengutamakan anak perempuan.
  • Parental atau bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua pihak, bapak dan ibu. Dalam hal ini, kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam pembagian warisan seimbang.

3. Hukum waris perdata

Pembagian harta waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) hanya dapat terjadi karena kematian. Terkait pembagian harta warisan ini, ada dua cara yang dapat dilakukan, yakni berdasarkan surat wasiat atau undang-undang.

Prinsip warisan menurut hukum perdata yakni apabila terjadinya suatu kematian dari pewaris dan adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau istri dari pewaris, dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia.

Terdapat 4 golongan yang berhak menjadi pewaris, meliputi:
  • Golongan I, yakni suami atau isteri yang hidup terlama dan anak, serta keturunannya
  • Golongan II, yakni orang tua dan saudara kandung dari pewaris termasuk keturunan dari saudara kandung pewaris
  • Golongan III, yakni keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris (contoh kakek dan nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak)
  • Golongan IV, yakni terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, sepupu sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Baca juga: Pakar: ahli waris jangan dibebankan utang pewaris
Baca juga: Hukum menikah dalam perspektif Islam

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024