Jakarta (ANTARA) -
Guru besar bidang aritmia Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi Sp.JP(K) FIHA FAsCC mengatakan seseorang yang mengalami kelainan irama jantung atau atrial fibrilasi memiliki lima kali lipat lebih berisiko terserang stroke sumbatan atau iskemik.

“Atrial fibrilasi satu kelainan irama jantung yang paling sering ditemukan pada seseorang itu ternyata adalah satu kelainan irama yang menjadi penyebab tersering terbentuknya cardio emboli yang kemudian menyebabkan iskemik stroke,” kata Yoga dalam pemaparan hubungan jantung aritmia dengan stroke di RS Siloam TB Simatupang Jakarta, Kamis.

Yoga mengatakan pasien yang mengalami atrial fibrilasi, membentuk gumpalan darah atau kardio emboli dari serambi kiri jantung. Jika gumpalan tersebut dipompa oleh jantung, maka akan menyangkut di pembuluh darah besar terutama di pangkal pembuluh otak.

Yoga mengatakan stroke iskemik karena darah yang tidak bisa mengalir dengan lancar ke otak, akan menyebabkan disabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan stroke yang tidak mengalami atrial fibrilasi (AF).

Baca juga: Presiden: Pemerintah bantu RSUD dukung layanan stroke dan jantung

Baca juga: Pola tidur sehat bantu kurangi risiko penyakit jantung


“Mortalitas 30 hari, mortalitas 1 tahun dan dependensi yang berat setelah 1 tahun pada stroke yang related dengan AF itu jauh lebih tinggi lebih bahaya, lebih parah dibandingkan yang tidak mengalami atrial fibrilasi,” katanya.

Staf pengajar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI-PJNHK ini mengatakan serangan stroke juga bisa menyebabkan seseorang mengalami kelainan irama jantung aritmia, dalam hal ini atrial fibrilasi. Ini karena pada saat terjadi stroke ada aktivasi hormon yang memudahkan terjadinya kelainan aritmia saat serangan.

Saat pasien yang mengalami stroke dan terdeteksi adanya atrial fibrilasi, maka dokter akan melakukan tindakan ablasi setelah lima hari masa akut stroke, untuk menghentikan gumpalan darah yang terbentuk di salah satu ruang di serambi kiri jantung, karena menyebabkan disabilitas pasien seperti tidak bisa menelan dan bergerak meski sudah lama sembuh dari stroke.

Yoga mengatakan atrial fibrilasi harus ditangani dengan mengendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, obesitas, umur, gangguan tidur, dan konsumsi alkohol berlebihan agar tidak menyebabkan stroke iskemik.

“Kebanyakan faktor risiko yang menyertai itu adalah hipertensi, jadi harus menjadi satu perhatian supaya stroke ini kemudian tidak berkembang dan AF tidak menyebabkan stroke di kemudian hari,” katanya.

Ia juga mengatakan pada usia 40 sampai 60 tahun seseorang memiliki risiko atrial fibrilasi dan risiko stroke lebih besar sehingga harus mengenali gejala atrial fibrilasi dengan meraba nadi sendiri (menari) atau menggunakan gawai smartwatch untuk lebih mudah mendeteksi denyut jantung.

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024