DPR RI dan Pemerintah mendatang, perlu mengagendakan revisi UU Pilkada guna mencegah aksi borong dukungan terhadap paslon
Semarang (ANTARA) - Aksi borong dukungan terhadap pasangan calon pada setiap pemilihan kepala daerah (pilkada) sah-sah saja bagi partai politik peraih kursi di dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Apalagi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) hingga sekarang belum direvisi lagi.

Dalam UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015, tidak ada batas maksimal dukungan terhadap pasangan calon (paslon). Ketentuan ini termaktub dalam Pasal 40 ayat (1).

Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan paslon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Sepanjang ketentuan tersebut belum diubah, hanya ada dua pilihan bagi pemilih di surat suara pilkada: pasangan calon dan kotak kosong. Hal ini tentunya menguntungkan bagi paslon tunggal karena berpeluang besar memenangi pemilihan.

Berdasarkan data yang disampaikan Ketua CONSID (The Constitutional Democracy Initiative) Kholil Pasaribu kepada ANTARA, sejak Pilkada 2015 hingga Pilkada 2020, tren kenaikan calon tunggal terus meningkat.

Pasangan calon tunggal pada Pilkada 2015 terdapat tiga paslon, Pilkada 2017 sembilan paslon, Pilkada 2018 tercatat 16 paslon, dan Pilkada 2020 sebanyak 25 paslon tunggal.

Dari 53 pilkada yang diikuti pasangan calon tunggal, hanya satu paslon yang kalah. Dengan demikian, peluang kemenangan paslon tunggal pada pilkada sangat tinggi, bahkan mencapai 98,11 persen.

Apakah latar belakang itu yang menyebabkan "iman politik" partai tertentu bergoyah hingga akhirnya memilih bergabung dengan partai lain untuk mengusung paslon tunggal pada Pilkada 2024? Padahal, sebelumnya sejumlah parpol ancang-ancang mengusung seorang tokoh sebagai calon kepala daerah.

Bisa jadi, ada tawaran yang menggiurkan dari sejumlah parpol yang lebih dahulu membentuk koalisi. Sikap istikamah pun ikut goyah walau seseorang yang akan diusung hasil survei elektabilitasnya relatif tinggi.

Faktor lainnya, parpol bersangkutan tidak bisa mengusung sendiri paslon karena jumlah kursi DPRD kurang dari batas minimum 20 persen. Menjelang pendaftaran pasangan calon, 27—29 Agustus 2024, parpol tersebut "kesulitan" berkoalisi dengan parpol lain agar memenuhi syarat mengusung paslon.

Sikap ketidakteguhan pendirian sejumlah parpol tersebut mengundang pertanyaan publik, bahkan menuai hujatan dari warganet di media sosial. Pasalnya, hasil survei bakal calon kepala daerah yang kini mereka usung persentasenya di bawah bakal calon kepala daerah yang akan mereka daftarkan ke KPU di masing-masing daerah.

Namun, ada pula netizen yang merespons "kemarahan" warganet itu dengan mengusulkan agar yang bersangkutan memilih jalur perseorangan supaya bisa berkontestasi pada Pilkada 2024.

Karena sejumlah parpol memublikasikan sikapnya mepet atau mendekati masa pendaftaran paslon ke KPU di 37 provinsi dan di 508 kabupaten/kota, muncul tuduhan segelintir orang dengan membangun narasi "ada upaya penjegalan terhadap sang tokoh tersebut".

Apakah masih ada peluang sang tokoh maju pada Pilkada 2024 agar tidak melahirkan paslon tunggal? Sebelum menjawab, alangkah baiknya publik membaca Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota (PKPU Pencalonan Kepala Daerah).

Konsiderans PKPU yang memuat penahapan pilkada itu, antara lain, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XX/2022, Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024, Putusan MK Nomor 27/PUU-XXII/2024, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024.

Sesuai dengan PKPU Pencalonan Kepala Daerah, jadwal penyerahan dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan ke KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota mulai 8 hingga 12 Mei 2024, kemudian verifikasi administrasi dokumen syarat dukungan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (13 Mei—2 Juni 2024).

Kegiatan berikutnya, tanggapan atas dukungan (13 Mei—26 Juli 2024), kemudian rekapitulasi hasil verifikasi administrasi oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (31 Mei—2 Juni 2024).

Masa perbaikan dan penyerahan dokumen syarat dukungan perbaikan kesatu ke KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (3—7 Juni 2024), verifikasi administrasi dokumen dukungan perbaikan kesatu oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (8—18 Juni 2024), dan rekapitulasi verifikasi administrasi dokumen syarat dukungan perbaikan kesatu oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (16—18 Juni 2024).

Agenda penyampaian hasil rekapitulasi oleh KPU provinsi ke KPU kabupaten/kota dan penyampaian dari KPU kabupaten/kota ke panitia pemungutan suara (PPS) pada tanggal 19—20 Juni 2024). Selanjutnya verifikasi faktual kesatu (21 Juni—4 Juli 2024), rekapitulasi hasil verifikasi faktual kesatu di tingkat kecamatan (5—8 Juli 2024), rekapitulasi hasil verifikasi faktual kesatu di tingkat kabupaten/kota (6—12 Juli 2024), dan rekapitulasi hasil verifikasi faktual kesatu di tingkat provinsi (6—12 Juli 2024).

Tahapan selanjutnya adalah perbaikan dan penyerahan dokumen syarat dukungan perbaikan kedua ke KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (13—17 Juli 2024), verifikasi administrasi perbaikan kedua dokumen syarat dukungan (18—28 Juli 2024), kemudian rekapitulasi hasil verifikasi administrasi perbaikan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota (26—28 Juli 2024).

Penyampaian hasil rekapitulasi verifikasi administrasi perbaikan oleh KPU provinsi ke KPU kabupaten/kota dan penyampaian dari KPU kabupaten/kota ke PPS (29—30 Juli 2024).

Berikutnya verifikasi faktual kedua (31 Juli—10 Agustus 2024), lalu rekapitulasi verifikasi faktual kedua di tingkat kecamatan (11—14 Agustus 2024).

KPU menjadwalkan rekapitulasi verifikasi faktual kedua dan rekapitulasi akhir hasil verifikasi persyaratan dukungan minimal di tingkat kabupaten/kota (12—18 Agustus 2024). Kegiatan serupa pada waktu yang sama di tingkat provinsi.

Dijadwalkan penetapan pemenuhan syarat dukungan pada tanggal 19 Agustus 2024. Selang 5 hari pengumuman pendaftaran pasangan calon (24—26 Agustus 2024), lalu pendaftaran pasangan calon (27—29 Agustus 2024).

Dengan demikian, pupus sudah harapan publik untuk mendukung sang tokoh pada Pilkada 2024. Namun, menjelang pendaftaran pasangan calon, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Semua itu atas kehendak Allah Swt.

Kendati demikian, perlu diambil hikmahnya terkait dengan tren kenaikan paslon tunggal di sejumlah daerah. Khususnya pembuat undang-undang, DPR RI dan Pemerintah mendatang, perlu mengagendakan revisi UU Pilkada guna mencegah aksi borong dukungan terhadap paslon, minimal dua paslon dari partai politik atau gabungan partai politik.

Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2024