Jakarta (ANTARA) - Bulir-bulir keringat di bawah baret pramuka Satria Gilang Qhomarudin (18) belum kering ketika ditemui di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.

Terik matahari rupanya turut membakar semangat siswa kelas 3 SMA Negeri 101 Jakarta yang pagi itu memimpin upacara pada peringatan Hari Pramuka ke-63.

Bersama rekan-rekannya, ia berjoget riang dan melakukan selebrasi usai menuntaskan tugas sebagai petugas upacara. Tak main-main, ia berhasil melewati tiga tahap seleksi mulai dari kwartir cabang (kwarcab), kwartir daerah (kwarda), hingga kwartir nasional (kwarnas).

Proses seleksi itulah yang membuat mentalnya tertempa, sehingga ia mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin upacara dengan paripurna hari ini.

Sambil sedikit berkaca-kaca ketika bercerita tentang perjuangannya, laki-laki yang perawakannya tegap dan lugas saat berbicara ini merasa bahwa tanpa doa serta usaha orang tuanya, ia tak akan bisa berada sampai di titik menjadi pemimpin upacara seperti hari ini.

"Rasanya ketika saya berada di lapangan sangat bangga. Saya bisa berada di sini berkat doa dan usaha orang tua saya, juga kehendak Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, semua tidak terlepas dari itu," katanya.

Melalui Pramuka, Satria mengaku mendapatkan banyak pelajaran, termasuk meningkatkan rasa percaya dirinya.

Setelah berhasil memimpin pasukan pada perayaan hari Pramuka di tahun ini, ia ingin melompat lebih tinggi lagi dan berharap mendapatkan kesempatan untuk bisa mengikuti jambore tingkat internasional.

"Pramuka mengajarkan saya banyak hal, utamanya percaya diri, saya bisa berdiri di sini sekarang memimpin semuanya karena pramuka. Semoga ketika nanti ada kesempatan bagi saya untuk mengikuti acara di dunia, saya bisa hadir dan membawa Indonesia ke kancah internasional," ujar dia.

Respons terkait ekstrakurikuler pramuka

Sebelumnya, kebijakan mengenai ekstrakurikuler pramuka yang tak lagi diwajibkan sebagai ekstrakurikuler di sekolah sempat banyak diperbincangkan.

Namun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memastikan Pramuka akan tetap menjadi ekstrakurikuler yang wajib disediakan oleh setiap sekolah hingga jenjang pendidikan menengah sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka.

“Setiap sekolah hingga jenjang pendidikan menengah wajib menyediakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka,” kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo.

Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah mewajibkan sekolah menyelenggarakan minimal satu ekstrakurikuler termasuk Pramuka.

Dalam praktiknya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian Pendidikan Kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan menjadi tidak wajib, namun apabila satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan perkemahan maka tetap diperbolehkan.
Para petugas upacara pada perayaan Hari Pramuka ke-63 berfoto usai menuntaskan tugas di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, pada Rabu (14/8/2024). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Satria ingin Pramuka tetap menjadi ekstrakurikuler wajib karena menurutnya dari Pramuka banyak melahirkan insan-insan yang cerdas, berkarakter, dan berprestasi, bahkan bisa mengharumkan nama Indonesia ke tingkat dunia.

Dari Pramuka, Satria merasa menjadi pribadi yang lebih disiplin, mampu menghormati orang lain, dan memiliki sikap tanggung jawab yang lebih.

"Banyak juga kader Pramuka yang menjadi bagian dari Bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin juga banyak yang dari pramuka. Jadi, sayang sekali kalau wadah yang satu ini dihilangkan, itu akan menjadi kesalahan, karena di masyarakat itu tidak ada lagi organisasi yang mendisiplinkan anak-anaknya," ucapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka Budi Waseso (Buwas) yang tetap ingin menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib karena telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

Pramuka adalah milik negara, dan sebagai negara hukum, Indonesia mesti tetap menjadikan Pramuka sebagai organisasi yang mencetak para generasi emas calon pemimpin bangsa melalui pembangunan karakter dan mencintai alam.

"Hari ini kita telah menyaksikan kegiatan Pramuka dari seluruh Indonesia. Bisa kita lihat Pramuka ini mengutamakan kedisiplinan, pembangunan karakter mereka para anggota itu kan sangat luar biasa, tidak bisa dibentuk hanya sekilas, itu melalui proses yang panjang," ucapnya.

Nantinya, Buwas menyatakan akan mengembangkan berbagai materi dan pelatihan-pelatihan yang relevan terkait kepramukaan, tentunya menyesuaikan dengan kondisi dan situasi.

Eksistensi pramuka yang telah dibangun sejak 1961 dan disahkan langsung oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno membuat ekstrakurikuler ini harus bertahan dan tetap ditegakkan seiring dengan perkembangan zaman.

Berbagai advokasi juga telah dilakukan oleh Kwarnas dan Kwarda Gerakan Pramuka, termasuk kepada Presiden dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sehingga Pramuka bisa tetap diwajibkan di sekolah, bahkan langsung dibawahi oleh Presiden.

"Saya dan Kwarnas sendiri sudah membuat surat  kepada Presiden, kita juga sudah menyampaikan sikap kepada Presiden maupun Menteri, bahwa ini perlu dipertimbangkan karena melihat sejarah Pramuka yang turut membangun bangsa ini," kata  Buwas.

Akar Pancasila di tubuh Pramuka

Perayaan Hari Pramuka ke-63 juga diwarnai dengan penampilan Opera Kolosal Gajah Mada, yang cukup menarik perhatian Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin sebagai Pembina Upacara.
Penampilan Opera Kolosal Patih Gajah Mada mewarnai perayaan Hari Pramuka ke-63 di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, pada Rabu (14/8/2024). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

"Yang paling menarik adalah tarian kolosal tentang Patih Gajah Mada yang menggambarkan bagaimana ketika Nusantara ini dipersatukan oleh Patih Gajah Mada, ini pelajaran bagi para generasi muda kita," kata Wapres.

Akar budaya tersebut juga sangat terkait dengan penanaman karakter Pancasila untuk seluruh generasi muda karena seorang Pramuka pastilah seorang Pancasilais, dan seorang Pancasilais pasti mencerminkan semangat dan jiwa kepramukaan.

Wapres meyakini Pramuka akan melahirkan banyak calon pemimpin bangsa yang siap dan tangguh dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks, yang sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang mampu menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, ilmu agama, dan berakhlak mulia.

Gerakan Pramuka merupakan salah satu garda terdepan untuk mengajak segenap elemen bangsa memperkukuh pilar-pilar pembangunan. Sekaligus juga mencontohkan bagaimana nilai-nilai Pancasila yang tertanam dalam diri menjelma menjadi kebiasaan dalam keseharian.

"Sejarah menunjukkan bahwa meski Indonesia adalah negara besar dan majemuk, dengan nilai-nilai Pancasila, kita mampu menghadapi masa-masa sulit. Pancasila hadir sebagai instrumen yang mempersatukan kemajemukan suku, agama, ras, etnis, budaya, dan geografis melalui kebinekaan," ujar Wapres.

Senada dengan Wapres, Ketua Kwartir Daerah Jawa Barat Atalia Kamil mengemukakan pentingnya pembudayaan Pramuka dalam mengatasi berbagai gejolak yang terjadi di Indonesia, misalnya pada saat COVID-19.

Di masa-masa kritis tersebut, anggota Pramuka diberdayakan untuk memberi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya membudayakan hidup sehat, beradaptasi dengan alam melalui kegiatan bercocok tanam di lahan sendiri yang nilai-nilainya sudah lama ada di dalam Pramuka.

Senandung di lagu pembuka Pramuka yang mungkin masih melekat di sebagian ingatan masyarakat rasanya cukup relevan apabila dikaitkan dengan penanaman budaya Pancasila.

Untuk itu, tak ada salahnya jika di Hari Pramuka ke-63 ini, kita kembali menyegarkan ingatan tentang hymne Pramuka yang singkat namun sangat bermakna tersebut:

Kami Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satyaku kudarmakan
Darmaku kubaktikan
Agar jaya Indonesia
Indonesia Tanah Airku
Kami jadi pandumu

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024