Hamilton (ANTARA) - Anggota Dewan Keamanan PBB mengecam serangan terbaru militer Israel ke sekolah yang menampung para pengungsi di Gaza sehingga menewaskan 100 warga Palestina, sementara Rusia dan China menuntut pertanggungjawaban AS atas insiden tersebut karena dukungan senjatanya.

"Ketika mendorong Resolusi Dewan Keamanan 2735, AS mengeklaim bahwa Israel telah menerima perjanjian gencatan senjata, tetapi kenyataannya justru berlainan," kata Fu Cong, Perwakilan Permanen China untuk PBB, kepada dewan dalam sidang darurat tentang Palestina pada Selasa yang diminta oleh Aljazair.

Seraya mengatakan tidak ada "tanda-tanda kredibel mengenai komitmen Israel untuk gencatan senjata," Cong mengatakan "apa yang kita lihat adalah operasi militer yang terus meluas dan korban sipil yang terus meningkat."

Utusan China itu mencatat bahwa AS adalah "pemasok senjata terbesar" bagi Israel dan memiliki pengaruh cukup besar terhadap rezim tersebut.

"Kami berharap China akan mengambil tindakan yang tulus dan bertanggung jawab untuk mendesak Israel menghentikan operasi militernya di Gaza sesegera mungkin, dan untuk menghentikan pembantaian warga sipil," tambahnya.

Sembari mengingatkan bahwa "nyawa warga sipil tidak boleh dianggap remeh," Cong mengecam serangan terbaru Israel di Sekolah Al-Tabi'een di Gaza timur dan juga laporan kekerasan seksual yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap tahanan Palestina.

Sementara itu, utusan Rusia Dmitry Polyanskiy mengatakan kepada Dewan bahwa negaranya "sangat terguncang" oleh serangan terhadap sekolah tersebut dan menyampaikan "belasungkawa tulus Rusia kepada keluarga korban tewas, dan kami mendoakan pemulihan cepat bagi korban yang cedera."

Polyanskiy juga menyalahkan AS atas atas jatuhnya korban sipil di Gaza.

"Mengharapkan rekan-rekan kita di Barat, terutama Amerika yang bersekongkol dengan Israel, untuk menunjukkan belas kasihan terhadap warga Palestina, itu tidak ada gunanya," katanya.

Seraya mengatakan bahwa kecaman "tidak akan berhasil" terhadap serangan Israel yang terus berlanjut, utusan Rusia itu juga mengatakan "masalahnya jauh lebih dalam."

Dia menyalahkan negara-negara Barat yang "menjilat" Israel atas meningkatnya krisis di Timur Tengah.

"Lebih dari 14 anggota Dewan Keamanan disandera oleh AS, yang menghalangi tindakan apa pun untuk mencapai gencatan senjata segera," kata Polyanskiy menambahkan.

Perwakilan tetap Aljazair di PBB, Amar Bendjama, bertanya kepada para anggota: "Berapa lama lagi ini akan menjadi pertemuan Dewan Keamanan yang tidak efektif, sia-sia dan tidak ada harapan?"

Dia menekankan bahwa Dewan Keamanan "memiliki tanggung jawab utama secara hukum dan moral untuk bertindak, dan bertindak tegas untuk mengemban mandatnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional."

Bendjama juga mengatakan bahwa Dewan "telah terus menerus dibodohi dan diabaikan" selama lebih dari 300 hari saat rakyat Gaza "dijadikan sasaran hukuman kolektif," dan mengatakan pembantaian di sekolah "tidak akan terjadi tanpa bantuan keuangan dan militer yang diberikan secara cuma-cuma kepada agresor Israel."

Dia meminta Dewan untuk "memenuhi tanggung jawabnya dan menghormati komitmennya," serta menuntut agar Israel dimintai pertanggungjawaban dengan "menggunakan semua cara hukum, termasuk sanksi."

"Tidak ada ruang untuk menunda atau memperumit negosiasi dengan menambah syarat baru atau tuntutan baru," tambahnya.

Sementara itu, wakil perwakilan permanen Inggris untuk PBB, James Kariuki, mengatakan mereka "terkejut dengan serangan militer Israel di Sekolah Al-Tabi'een, tempat warga sipil Palestina berlindung."

Sembari meminta Israel untuk mematuhi "kewajibannya berdasarkan hukum humaniter internasional untuk melindungi warga sipil," utusan Inggris itu juga menyatakan kengeriannya atas laporan "kekerasan dan pelecehan seksual yang dihadapi para sandera di Gaza dan tawanan Palestina yang ditahan di Israel, yang banyak di antaranya anak-anak."

"Kami juga mendengar retorika yang sama sekali tidak dapat diterima dari para menteri Israel terkait dengan perlakuan buruk terhadap para tahanan dan kelaparan yang dialami warga sipil di Gaza. Kami menyerukan kepada Pemerintah Israel untuk menarik kembali dan mengecam pernyataan-pernyataan ini," tambahnya.

Utusan AS Linda Thomas-Greenfield menyampaikan keprihatinan mendalam atas jatuhnya korban sipil akibat pembantaian di sekolah, tetapi menegaskan kembali dukungan AS untuk Israel terkait "haknya untuk mengejar Hamas."

"Israel berhak merespons ancaman. Tetapi bagaimana cara mereka melakukannya, itu penting," katanya, seraya menyerukan kepada Israel untuk "mengambil langkah untuk meminimalkan kerugian warga sipil."

Sumber: Anadolu-OANA
Baca juga: Deplu AS tolak kecam serangan Israel di sekolah Al-Taba'een
Baca juga: PBB kutuk pembunuhan warga Palestina di sekolah penampungan Gaza
Baca juga: EU kecam serangan maut Israel ke sekolah di Gaza

Penerjemah: Katriana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024