Dalam pelatihan tersebut peserta dibekali dengan sejumlah keterampilan dasar yang diperlukan dalam menangani situasi darurat medis, seperti henti jantung mendadak, tersedak, atau pingsan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan mengadakan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) untuk orang awam, sebagai upaya meningkatkan ketahanan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap situasi darurat medis, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara rawan bencana.

“Jadi, setelah COVID-19, indeks risiko bencana kita cukup besar. Ada 10 program prioritas Kemenkes melalui transformasi kesehatan, salah satunya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka bagaimana dia bisa membantu menangani risiko terhadap terjadinya bencana alam dan nonalam maupun sosial,” kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Sumarjaya.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Sumarjaya mengatakan dalam pelatihan tersebut peserta dibekali dengan sejumlah keterampilan dasar yang diperlukan dalam menangani situasi darurat medis, seperti henti jantung mendadak, tersedak, atau pingsan.

Dia menambahkan para peserta dilatih oleh tenaga medis profesional yang berpengalaman dalam teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP), penanganan saluran napas yang tersumbat, dan penggunaan Automated External Defibrillator (AED).

Sumarjaya menuturkan kondisi darurat medis terbagi menjadi dua, yaitu prarumah sakit dan di rumah sakit. Pertolongan di rumah sakit bersifat kuratif, seperti pengobatan, perawatan, dan pemulihan.

Adapun pertolongan pra-rumah sakit, ujarnya, bertujuan mempertahankan agar pasien tetap hidup saat menghadapi situasi berisiko.

Baca juga: Kemenkes beri penghargaan bagi 230 SDM kesehatan teladan
Baca juga: Kemenkes kembali adakan Regulatory Sandbox guna tingkatkan mutu IDK


Dia menjelaskan kontribusi dari setiap individu sangat diharapkan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan. Hal ini, katanya, karena upaya pelayanan kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan, tetapi masyarakat juga perlu memahami cara memberikan pertolongan pertama saat terjadi masalah kesehatan.

Sebab seringkali, ketika menemukan seseorang dalam situasi gawat, orang di sekitar cenderung panik dan langsung berpikir membawa korban ke rumah sakit. Sayangnya, kata dia, tidak banyak orang yang memikirkan bagaimana agar korban selamat sebelum tiba di rumah sakit untuk mendapatkan penanganan maupun pengobatan, sehingga korban dapat lebih cepat terselamatkan.

Dia mencontohkan tragedi Kanjuruhan, Jawa Timur, pada 2022, di mana tidak ada satu pun pertolongan pertama yang diberikan, baik oleh rekan sejawat, petugas keamanan, maupun lainnya.

Sumarjaya membandingkannya dengan tragedi Itaewon, Seoul, yang terjadi tidak lama setelah Kanjuruhan. Saat kejadian itu, katanya, banyak orang di sekitar korban yang memberikan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Kemudian, kematian pemain bulu tangkis China, Zhang Zhijie, pada akhir Juni lalu juga menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Dia sangat menyayangkan kejadian ini dan menekankan pentingnya kemampuan pertolongan pertama.

"Dengan sentuhan kecil, masyarakat diharapkan dapat menyelamatkan nyawa," ujarnya.

Baca juga: "Dokter: Penderita jantung wajib konsultasi sebelum aktivitas berat
Baca juga: Kemenkes perketat regulasi susu formula, larang promosi secara gratis

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024