Menjaga inflasi tetap terkendali merupakan salah satu upaya penting untuk menjaga daya beli masyarakat tidak semakin tergerus. Terlebih di masa pemulihan ekonomi RI pascapandemi COVID-19 yang terus berlanjut ini, penting untuk memastikan inflasi tetap terkendali. Karena, inflasi tinggi dan tidak stabil dapat mengancam kondisi sosial ekonomi bahkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, sinergi, koordinasi, dan upaya bersama antara Pemerintah Pusat dan daerah serta seluruh pemangku kepentingan terkait diintegrasikan menjadi satu kekuatan komprehensif untuk mengendalikan inflasi agar tetap dalam sasaran pemerintah sebesar 2,5 plus minus satu persen pada 2024.
Peran tiap daerah dan wilayah Indonesia sangat penting dalam mencapai inflasi nasional yang terkendali dalam kisaran target, termasuk Pulau Jawa yang dihuni oleh mayoritas penduduk Indonesia. Saat ini, inflasi Indonesia berada dalam kisaran sasaran, yakni sebesar 2,13 persen pada Juli 2024 secara tahunan.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, saat ini terdapat 282.477.584 jiwa penduduk Indonesia pada semester I-2024. Kebanyakan penduduk tersebut tersebar di Pulau Jawa, dengan persentase 55,93 persen. Untuk itu, penting untuk memastikan inflasi tetap terjaga di Pulau Jawa bersama dengan wilayah lain di Indonesia.
Inflasi di wilayah Jawa saat ini stabil dan terjaga dalam kisaran target inflasi nasional. Enam provinsi yang berada di Pulau Jawa masuk dalam rentang sasaran inflasi 2,5 plus minus satu persen.
Secara tahunan, pada Juli 2024 inflasi di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar 1,97 persen, Banten 2,30 persen, Jawa Barat 1,16 persen, D.I. Yogyakarta 2,26 persen, dan Jawa Timur 2,13 persen. Capaian inflasi ini diharapkan dapat terjaga tetap dalam kisaran sasaran hingga akhir tahun.
Namun, menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Ferry Irawan, pengendalian inflasi wilayah Jawa ke depan masih memiliki sejumlah tantangan, antara lain, dari sisi pasokan, risiko anomali cuaca, maupun produksi dalam mendukung ketahanan pangan.
Secara siklus, jumlah produksi beberapa komponen pangan tidak sebanyak di semester pertama, seperti beras. Di sisi lain, ada beberapa komoditas yang akan memiliki banyak suplai karena musim panen sehingga ada potensi menciptakan harga ke bawah. Tantangan tersebut tentunya perlu diantisipasi bersama.
Tantangan tersebut dapat diatasi dengan tiga langkah strategis utama dalam mendukung upaya pengendalian inflasi, yang merupakan hasil kesepakatan dari Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID) wilayah Jawa.
Tiga langkah strategis utama tersebut adalah peningkatan produktivitas pangan dalam mengatasi anomali cuaca, penguatan produksi di tengah meluasnya alih fungsi lahan pertanian, dan penguatan ekosistem pangan yang terintegrasi dari hulu sampai dengan hilir dengan piloting model.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk peningkatan produktivitas pangan di tengah risiko anomali cuaca meliputi empat poin utama, yakni penguatan dan perluasan penerapan IP300, tumpang sisip padi gogo, dan padi rawa untuk beras atau padi; penguatan implementasi metode soil block dan green house untuk aneka cabai.
Kemudian, perluasan penggunaan teknologi bibit True Shallot Seed (TSS) untuk bawang merah; dan penggunaan bibit unggul tahan cuaca, implementasi budi daya organik dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).
Adapun upaya yang dilakukan untuk penguatan produksi di tengah meluasnya alih fungsi lahan pertanian meliputi tiga poin utama, yaitu percepatan penerbitan Peraturan Daerah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), serta penegakan hukum Lahan Sawah Dilindungi (LSD) sebagaimana Peraturan Presiden Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Selanjutnya, penguatan ekstensifikasi melalui penambahan lahan baru dan optimalisasi lahan (Oplah), perluasan implementasi pertanian perkotaan atau urban farming, serta pemanfaatan lahan tidur (lahan rawa) dan percetakan sawah baru; serta penguatan intensifikasi melalui penerapan teknologi, yang didukung dengan saprotan dan mekanisasi sarana-prasarana pertanian, termasuk pompanisasi yang terintegrasi dengan sumber air.
Sementara, upaya penguatan ekosistem pangan yang terintegrasi mencakup enam poin utama, yakni penyusunan neraca pangan daerah sebagai sistem peringatan dini atau early warning system (EWS), dan untuk wilayah Jawa akan dimulai pada September 2024; penguatan implementasi program mitra tani dan contract farming/offtaker; perluasan implementasi model bisnis Warung TPID;
Berikutnya, penguatan pemanfaatan teknologi pascapanen, antara lain, CAS dan gudang berpendingin atau cold storage dan teknologi pengasapan, serta inisiasi hilirisasi pangan terutama saat kelebihan pasokan agar harga lebih stabil, termasuk pemanfaatan sistem resi gudang dengan fasilitasi ekosistem dan insentif.
Selain itu, optimalisasi pemanfaatan asuransi dan pembiayaan pertanian komoditas pangan strategis; serta penguatan kapasitas, kompetensi dan pola pikir petani dan penyuluh pertanian antar lain terkait kewirausahaan, manajemen usaha, keuangan, dan sumber daya.
Dukungan daerah
Menurut Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Restuardy Daud, ada beberapa aspek yang perlu terus didukung oleh daerah dalam pengendalian inflasi ke depan, yakni sinergi koordinasi TPIP-TPID yang semakin kuat antar kementerian/lembaga didukung upaya ekstra serta pemusatan kembali (refocusing) kegiatan dan anggaran. TPID semakin kuat dengan tingkat partisipasi yang meningkat dan keh)andalan TPID yang semakin baik.
Kemudian, kerja sama perdagangan antardaerah untuk memperkuat distribusi penyebaran pasokan dalam menjaga stabilitas harga baik di kawasan defisit maupun surplus, dan pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir sebagai upaya dalam meningkatkan jumlah pasokan dan efisiensi rantai pasok.
Yang penting juga untuk terus diperkuat daerah adalah penyediaan data dan informasi harga pangan yang seketika dan akurat untuk mendukung pengambilan respons kebijakan; serta penetapan bauran kebijakan yang kredibel untuk mengelola ekspektasi inflasi tetap terjangkau dalam sasaran, khususnya di tengah dinamika ketidakpastian perekonomian global.
Adapun langkah strategis pengendalian inflasi nasional 2024 meliputi menjaga inflasi volatile food, memperkuat koordinasi Pemerintah Pusat dan daerah, memperkuat sinergi antarkementerian/lembaga dengan dukungan pemerintah daerah, memperkuat ketahanan pangan, serta menjaga cadangan beras pemerintah. Upaya tersebut dilakukan untuk mencapai sasaran inflasi 2024 sebesar 2,5 plus minus satu persen.
Akses pembiayaan
Penguatan produktivitas pertanian tentunya membutuhkan dukungan pembiayaan. Untuk itu, pemerintah sudah menyiapkan program kredit untuk mendukung para petani, antara lain, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan).
Lebih lanjut, menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Ferry Irawan, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) per provinsi sampai dengan 30 Juli 2024 didominasi oleh Jawa Tengah sebesar Rp28,32 triliun, Jawa Timur Rp26,96 triliun, dan Jawa Barat Rp16,14 triliun.
Penyaluran KUR di wilayah Jawa sebesar Rp82,57 triliun atau berkontribusi sebesar 49,68 persen dari penyaluran KUR nasional.
Di samping itu, petani atau kelompok tani untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan untuk alat dan mesin pertanian dapat memperoleh kredit alsintan dengan plafon di atas Rp500 juta sampai dengan Rp2 miliar.
Berbeda dengan KUR reguler, Kredit Usaha Alsintan diinisiasi dengan pertimbangan plafon KUR maksimal Rp500 juta dianggap tidak memadai untuk penyediaan alat dan mesin pertanian dan terdapat kebutuhan modernisasi alsintan untuk mengurangi kehilangan hasil produksi pertanian.
Selain itu, terdapat KUR Khusus, yang diperuntukkan bagi penerima KUR yang tergabung dalam kelompok usaha yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, industri UMKM, atau komoditas produktif lain yang bisa dikembangkan menjadi KUR Khusus.
Keunggulan KUR Khusus yakni calon penerima KUR di sektor produksi tidak dibatasi dengan total akumulasi plafon KUR Khusus sehingga dapat mengakses KUR berulang dengan suku bunga 6 persen, tidak dikenakan suku bunga naik berjenjang.
Melalui dukungan akses pembiayaan tersebut, para petani dapat mengoptimalkan produktivitas pertanian demi meningkatkan kesejahteraannya sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
Dengan sinergi dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan, diharapkan implementasi strategi-strategi pengendalian inflasi tersebut dapat berhasil membawa bangsa Indonesia mewujudkan inflasi tetap berada di dalam sasaran hingga akhir tahun ini.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024