Jakarta (ANTARA) - Peristiwa Rengasdengklok menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjuangan menjelang kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 16 Agustus 1945 merupakan aksi penculikan terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta yang diamankan di daerah Rengasdengklok oleh golongan muda yang mendesak keduanya untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa Rengasdengklok sendiri sangat berkaitan erat dengan kemerdekaan Indonesia, diawali dari Kekaisaran Jepang yang menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Melansir dari laman Indonesia.go.id, pada 12 Agustus 1945 tiga tokoh nasional, Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat diminta bertemu Panglima Tertinggi Jepang untuk Asia Pasifik Marsekal Hisaichi Terauchi di Dalat, Vietnam. Dalam pertemuan itu, Jepang akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia pada 24 Agustus 1945.

Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Berita penyerahan diri Jepang ini sampai ke telinga para pemuda nasionalis Indonesia yang mendengarkannya lewat siaran radio bawah tanah.

Baca juga: Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejarah dan tokoh dibaliknya

Salah satu tokoh pemuda bernama Sjahrir, meneruskan berita kekalahan Jepang kepada Sukarno dan Hatta. Peristiwa ini membangkitkan asa para pemuda di Indonesia untuk meminta Soekarno mengumumkan kemerdekaan secepat mungkin.

Melansir dari laman Ensiklopedia Kemdikbud, pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Soebardjo mencoba mencari informasi terbaru tentang jalannya perang kepada sejumlah pejabat Jepang di Jakarta. Dari Maeda mereka mendapat kabar tentang kekalahan Jepang yang beritanya disiarkan lewat radio Sekutu.

Rencana kemerdekaan Indonesia yang awalnya telah diatur oleh Jepang dengan pendirian PPKI juga mengalami ketidakjelasan. Hal ini membuat perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda.

Golongan tua berpendapat agar kemerdekaan dibicarakan terlebih dahulu melalui PPKI. Sedangkan golongan muda menghendaki agar proklamasi kemerdekaan segera dilaksanakan tanpa melibatkan PPKI yang merupakan bentukan Jepang.

Baca juga: Bendera Pusaka diambil dari Monas dengan kirab untuk HUT RI di IKN

Golongan muda dengan tokohnya di antaranya Sjahrir, Chaerul Saleh, Wikana, Sukarni, B.M. Diah, dan lain-lain, menemui Soekarno dan Hatta selaku golongan tua yang dipercayai sebagai pemimpin PPKI.

Dalam perbincangan ini, Soekarno dan Hatta masih ragu dan tetap menginginkan agar proklamasi kemerdekaan harus dibicarakan oleh anggota PPKI lebih dahulu karena tidak ingin salah langkah dalam mengambil keputusan.

Namun, pembicaraan antara golongan muda dengan golongan tua berlangsung panas, di mana golongan muda sampai memaksa Soekarno untuk mengikuti kemauan mereka atau jika tidak mereka akan bergerak sendiri melakukan revolusi. Bahkan, hal itu sampai membuat Soekarno marah kepada para golongan muda.

Usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Para golongan muda tidak puas terhadap respon tersebut.

Golongan muda kembali berkumpul untuk menyusun rencana dan disepakati bahwa mereka harus mengamankan Soekarno dan Hatta agar tidak bertemu dan mendapat pengaruh dari pihak Jepang untuk menunda proklamasi kemerdekaan.

Pada 16 Agustus 1945 pagi hari, Soekarno dan Hatta dibawa oleh golongan muda ke Rengasdengklok. Dipilihnya Rengasdengklok sebuah kota di Jawa Barat karena hanya berjarak 80km dari Jakarta dan dianggap aman karena dekat dengan markas PETA (Pembela Tanah Air).

Baca juga: Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi dibawa menuju Halim dengan maung

Pemilihan Rengasdengklok sebagai lokasi pengamanan Soekarno dan Hatta juga didasari atas pertimbangan taktik militer. Hal ini lantaran daerah Rengasdengklok dianggap bebas dari kekuasaan dan pengawasan pihak pemerintah militer Jepang dan memiliki akses yang banyak untuk evakuasi jika terjadi sesuatu.

Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta ditempatkan di rumah seorang keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong, seorang petani yang bersimpati terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Sementara di Jakarta pada 16 Agustus 1945, seharusnya dilaksanakan rapat PPKI. Namun ketika Soekarno dan Hatta tidak kunjung muncul. Salah satu tokoh golongan muda Wikana yang terlibat dalam penculikan tersebut memberitahukan Ahmad Soebardjo yang juga salah satu anggota PPKI, apa yang telah terjadi dan keberadaan Soekarno dan Hatta.

Kemudian, membuka dialog antara golongan muda yang dipimpin oleh Wikana dengan golongan tua yang diwakili oleh Ahmad Soebardjo. Berdasarkan kesepakatan itu, kedua pihak akhirnya menyepakati bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan paling lambat pada keesokan harinya.

Lalu pada malam harinya, Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Pada malam itu juga, Soekarno dan Hatta beserta rombongan kembali berkumpul di rumah Laksamana Maeda untuk merumuskan naskah teks proklamasi hingga pagi dini hari keesokan harinya.

Pada hari Jumat 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi, di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, demikian dirangkum dari data antaranews.com, ESI Kemendikbud, dan Setneg.

Baca juga: DKI ikut meriahkan Kirab Bendera Pusaka dan Naskah Teks Proklamasi

Baca juga: Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi tinggalkan Jakarta menuju IKN

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024