Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu dr. Sri Dhuny Atas Asri Sp.P FISR MARS mengatakan tatalaksana kanker paru merupakan tindakan yang harus dilakukan mulai dari pencegahan sampai mempersiapkan kualitas hidup yang lebih baik hingga masa akhir hidupnya.

Dalam webinar yang dilaksanakan RSUD Pasar Minggu, Rabu, Dhuny mengatakan ada beberapa modalitas yang bisa diterapkan sebagai tatalaksana kanker paru sesuai dengan jenis dan tingkat penyebaran kanker.

“Kanker paru dapat diobati, dokter akan menentukan yang paling sesuai tergantung jenis dan penyebarannya, ada pembedahan, kedua kemoterapi, ketiga radioterapi atau terapi radiasi, keempat terapi target, dan kelima imunoterapi,” kata Dhuny.

Baca juga: Gejala kanker paru yang perlu diwaspadai dan perlu deteksi dini

Baca juga: Dokter: Laki-laki lebih rentan alami kanker paru-paru 


Pembedahan dilakukan jika tumor atau kanker masih dalam stadium awal mulai dari stadium 1 dan maksimal stadium 3. Metodenya, tumor akan diambil bersama dengan sedikit jaringan sehat di sekitarnya untuk mencegah bibit tumor menyebar ke organ lain.

Modalitas ini bisa dilakukan dengan mengangkat sebagian segmen kecil di lobus paru jika tumor masih ada di satu sisi paru, atau mengangkat salah satu paru yang disebut pnemoniktomi yang sudah dicurigai menyebar.

Modalitas selanjutnya adalah kemoterapi berupa intravena, yaitu terapi dengan infus intravena untuk merusak sel kanker yang ganas dan menghambat pertumbuhan sel kanker.

“Ini bisa dilakukan setelah, sebelum atau tanpa pembedahan kalau sudah stadium lanjut. Kemoterapi sebelum pembedahan untuk mengecilkan sel kanker, setelah kecil dilakukan pembedahan agar nanti lebih mudah diangkat,” jelas Dhuny.

Kemoterapi intravena juga bisa mengurangi gejala kanker yang dikeluhkan pasien seperti sesak, dan rasa nyeri, namun memiliki efek samping yang lumayan berat. Kemoterapi intravena bisa dilakukan lengkap 6 siklus dengan satu siklus dilakukan selama 3 minggu, namun jika pasien memiliki kondisi tubuh yang lemah bisa kurang dari enam siklus.

Selain infus, kemoterapi juga bisa dilakukan dengan terapi target dengan obat minum yang menargetkan protein yang mendorong pertumbuhan sel kanker. Meskipun lebih diminati pasien karena minim rasa sakit, namun tidak semua pasien cocok dan perlu dilihat dari jenis kankernya.

Radiasi atau radioterapi jadi modalitas lainnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien namun dengan kondisi yang tidak baik seperti berat badan turun dan sesak.

“Terapi radiasi bisa kuratif bila kondisi pasien dalam keadaan baik, contohnya kemoterapi stadium 3A tumor mengecil lalu dioperasi, kalau paliatif tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup karena kondisi pasien kurang bagus,” katanya.

Modalitas terbaru yang sedang terus dikembangkan adalah imuniterapi, dengan meningkatkan imun tubuh agar bisa mengenali dan melawan sel kanker. Imunoterapi bisa dikombinasikan dengan kemoterapi dan jadi alternatif bila kanker tidak mengecil dengan pengobatan lain.

Dhuny mengatakan terapi ini memiliki efek samping yang minim karena memanfaatkan imun tubuh yang bekerja.

“Penelitian menunjukkan imunoterapi pada pasien yang belum kena terapi apapun bisa menghasilkan hasil akhir masa hidup lebih panjang dan bebas penyakit lebih lama dibanding jika hanya kemoterapi saja, jadi salah satu modalitas yang menjanjikan dan masih terus diteliti di seluruh dunia,” katanya.

Dengan banyaknya pilihan terapi kanker paru diharapkan dapat memberikan harapan hidup lebih berkualitas dan menurunkan angka kanker paru di Indonesia.
 

Baca juga: Mengenal teknologi Endobronchial Ultrasound untuk deteksi kanker paru

Baca juga: Perokok yang beralih ke vape masih berisiko kena kanker paru-paru

Baca juga: Produk yang menghasilkan asap bisa timbulkan risiko kanker paru-paru
Baca juga: Vape maupun rokok sama-sama miliki risiko kanker paru

 

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024