Kalau kita bicara konteks Indonesia, sebenarnya safeguarding itu menjadi penting untuk kemudian dalam konteks melindungi pelaku usaha di dalam negeri
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, tindakan pengamanan dalam konteks perdagangan internasional (safeguard) menjadi suatu hal yang penting untuk menjaga keberlangsungan industri dalam negeri.

"Kalau kita bicara konteks Indonesia, sebenarnya safeguarding itu menjadi penting untuk kemudian dalam konteks melindungi pelaku usaha di dalam negeri," kata dia di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, safeguard tersebut bisa melindungi pelaku industri di dalam negeri, mengingat dari sisi permintaan (demand), daya beli masyarakat Indonesia tengah mengalami penurunan, sehingga dengan menerapkan tindakan pengamanan bisa meminimalisasi permasalahan yang dihadapi oleh industri nasional dari sisi permintaan (supply).

"Kita melihat tidak ada lagi faktor seasonal atau musiman yang bisa mendorong permintaan untuk melakukan konsumsi. Berbeda dengan kuartal pertama yang masih diselimuti ada faktor bulan Ramadhan. Sedangkan kuartal kedua faktor musiman itu relatif sudah tidak terjadi," ujar dia.

Lebih lanjut, menurut dia, terkait penurunan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur yang pada Juli 2024 turun ke angka 49,3 poin, kontraksi tersebut tak hanya dialami oleh Indonesia saja, melainkan di beberapa negara lain. Hal itu dikarenakan adanya masalah geopolitik global, serta suku bunga acuan di negara maju yang memengaruhi arus ketersediaan (supply) dan permintaan (demand) produk di industri dalam negeri.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pelaku industri dalam negeri untuk memanfaatkan penerapan kebijakan safeguard berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan terhadap produk impor kain.

Kebijakan itu menjadi momen untuk memperkuat daya saing industri dalam negeri dengan cara mendorong masyarakat menggunakan produk kain yang dibuat oleh industri domestik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Selasa (6/8) meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2024 Tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain.

Aturan yang mulai berlaku 9 Agustus ini akan menerapkan BMTP terhadap 124 negara yang berlaku selama tiga tahun, dengan kategori antara lain yakni segmen kain tenunan dari kapas, kain tenunan dari benang filamen sintetik dan artifisial, kain tenunan dari serat stapel sintetik dan artifisial, kain tule dan kain jaring lainnya, serta kain rajutan atau kaitan. Meski demikian tidak semua negara produsen dikenakan BMTP untuk semua segmen.

Baca juga: Apindo: Perlu perbaikan supply-demand pacu peningkatan PMI manufaktur
Baca juga: Kemenperin bagikan ilmu pergudangan dan logistik ke Timor Leste
Baca juga: Kemenperin: Sektor furnitur buat komitmen ekspor Rp17 miliar ke India

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024