"Mayoritas publik mengaku bersedia menerima pemberian uang dari para caleg atau partai politik menjelang pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014 nanti meskipun dengan alasan atau dalih yang berbeda-beda," kata Direktur Eksekutif LSN Umar S. Bakry dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan 30,9 persen responden tegas akan menolak pemberian uang dari caleg atau partai manapun.
Menurut dia, besarnya persentase responden yang bersedia menerima pemberian uang dari caleg atau partai itu adalah indikator nyata bahwa potensi politik uang dalam Pemilu 2014 sangat tinggi.
"Sikap mayoritas publik merupakan potensi bagi mudahnya terjadi politik uang sebagai instrumen untuk mendulang suara," ujarnya.
Selain itu Umar mengatakan 41,5 persen responden menyatakan meskipun bersedia menerima uang tapi tidak akan mempengaruhi pilihannya, namun dengan sikap seperti itu pemilih sudah membuka pintu lebar-lebar berkembangnya politik uang.
"Menurut analisis LSN, sikap permisif masyarakat terhadap politik uang adalah produk dari politik transaksional yang marak dilakukan oleh para caleg dan calon kepala daerah sejak berlakunya era pemilihan langsung," kata dia.
Dia menjelaskan mengingat dengan meraih 5 atau 10 ribu suara saja pada umumnya sudah bisa mendapat kursi DPRD, membuat para caleg memilih jalan pintas melalui politik transaksional dalam mencari dukungan.
Menurut dia, karena uang terbukti efektif untuk mendapatkan kursi DPRD, mayoritas caleg menjadi malas melakukan pendidikan politik yang mencerdaskan kepada publik selama masa kampanye.
Survei LSN itu dilaksanakan 5 sampai 15 Maret 2014 di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
Jumlah sampel sebesar 1.230 responden yang diperoleh menggunakan teknik rambang berjenjang atau multistage random sampling dengan ambang batas kesalahan 2,8 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014