Saya yakin apabila alat kontrasepsi yang disediakan negara habis, masyarakat pengguna suntik dan pil tetap akan menggunakan dengan membeli secara mandiri karena harganya terjangkau
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo meminta daerah memprioritaskan pengadaan alat kontrasepsi jangka panjang.

"Kepala Perwakilan BKKBN provinsi agar dalam merencanakan kebutuhan dan pengadaan mengutamakan alat kontrasepsi jangka panjang (IUD dan implan) dibanding alat kontrasepsi lainnya seperti kondom, pil, dan suntik," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Hasto menegaskan di antara negara lain, Indonesia paling besar menggunakan anggaran untuk kontrasepsi, yakni 70 persen yang dibeli dengan anggaran pemerintah, sedangkan sisanya masyarakat dapat membeli secara mandiri.

"Saya yakin apabila alat kontrasepsi yang disediakan negara habis, masyarakat pengguna suntik dan pil tetap akan menggunakan dengan membeli secara mandiri karena harganya terjangkau," ujar dia.

Ia berharap menjelang pemerintahan yang baru, pengadaan alat kontrasepsi tidak turun atau minimal sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Kepala BKKBN tegaskan pemberian alat kontrasepsi harus tepat sasaran
Baca juga: Kemenkes: Alat kontrasepsi hanya untuk remaja yang sudah menikah


"Berbeda kalau susuk, begitu tidak ada stoknya, akseptor berat karena harganya mahal. Oleh karena itu, kami akan perjuangkan ke depan di pemerintahan baru alat dan obat kontrasepsi jangan turun, minimal sama," ucapnya.

Ia optimistis bahwa pemerintahan baru akan fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sehingga dapat memberikan perhatian yang lebih besar kepada BKKBN yang bekerja untuk menciptakan SDM unggul demi Indonesia maju melalui penyediaan alat kontrasepsi jangka panjang.

"Dalam memperhitungkan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi itu rantai pasoknya otomatis. Harapannya prinsip first in-first out dipegang teguh. Jadi, di daerah itu simpulnya, pelaporan, dan input datanya jalan. Jadi, secara real time kita tahu mana yang stoknya habis dan mana yang kelebihan stok. Harapan saya ini objektif dan jelas," paparnya.

Terkait kepesertaan KB di wilayah khusus, Hasto berpesan agar para Kepala Perwakilan BKKBN memperluas pemaknaan wilayah khusus.

"Wilayah khusus tidak semata terbatas pada daerah tertinggal, terpencil, dan sulit perbatasan saja. Maka, wilayah khusus juga harus dimaknai sebagai daerah dengan capaian rendah karena tingkat penggunaan alat kontrasepsi modern (mCPR) rendah tetapi unmet need (kebutuhan KB tidak terpenuhi) dan angka kelahiran total (TFR) tinggi," tuturnya.

Menurutnya, masih banyak wilayah yang KB-nya rendah dan angka kelahirannya tinggi, sehingga harus diprioritaskan sebagai wilayah khusus.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024