Jazilul menyampaikan pernyataan tersebut setelah Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mendapatkan mandat penuh dari Rais Aam PBNU untuk segera memperbaiki PKB.
“Tidak punya hak. Justru keputusan itu melanggar AD/ART NU, dan melenceng dari khittah NU. Apanya yang mau dibenahi? Justru hari ini PKB memiliki prestasi yang luar biasa,” jelasnya di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa.
Baca juga: PBNU segera undang Muhaimin Iskandar bahas PKB
Menurut dia, keputusan tersebut melanggar konstitusi sebab PKB dilindungi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, sedangkan PBNU sebagai organisasi kemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Oleh sebab itu, ia berpendapat bahwa yang harus dibenahi saat ini adalah PBNU, bukan PKB.
“Sekali lagi karena memang tidak ada hubungannya secara organisatoris antara PKB dengan PBNU. Jadi, itu keputusan yang batal menurut konstitusi partai politik, sekaligus menurut aturan ormas,” katanya.
Ia menambahkan, “Jadi keputusan yang diambil itu melanggar etika sekaligus aturan. Etika dalam bernegara, aturan dalam bernegara, sekaligus etika di dalam Nahdlatul Ulama dan PKB.”
Baca juga: Pengamat: Perlu komunikasi untuk selesaikan konflik PBNU-PKB
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU mendapatkan mandat untuk memperbaiki PKB setelah para kiai di Pondok Pesantren Tebuireng menyepakati memberikan "Mandat Tebuireng" kepada Rais Aam PBNU.
Setelah mendapatkan "Mandat Tebuireng", Rais Aam PBNU Miftachul Ahyar selanjutnya memanggil Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang kebetulan sedang berada di Surabaya.
"Kemarin kiai berkumpul (di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur), mendalami masalah-masalah terkait hubungan PBNU dan PKB," kata Yahya ketika ditemui wartawan di kediaman Miftachul Ahyar di Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, Jawa Timur, Selasa.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024