posisi Indonesia pada 2-3 tahun terakhir telah menunjukkan perbaikan atau progres yang signifikan
Jakarta (ANTARA) - Organisasi yang berfokus pada pemenuhan energi Indonesia, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan kontribusi penambahan energi terbarukan pada 2023 mencapai hampir 500 gigawatt (GW) di seluruh dunia yang ditopang oleh energi surya.

Hal tersebut berdasarkan data International Renewable Energy Asociation (IRENA), adapun energi surya tersebut ditopang oleh hasil produksi dari Tiongkok sebesar 60-70 persen.

“Tentu saja pemasangan terbesar berasal dari Tiongkok, itu hampir sekitar 60-70 persen itu berasal dari sana,” ujar Analis Sistem Ketenagakerjaan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra S saat ditemui di Jakarta, Selasa.

Namun demikian, terdapat beberapa negara yang telah lebih dulu menempatkan energi surya sebagai sumber energi yang meliputi India, Brasil yang semakin mengukuhkan predikat sebagai salah satu big solar power hub di dunia.

Ia menambahkan potensi energi surya merupakan energi yang cepat dan paling besar untuk diimplementasikan di seluruh dunia baik di negara berkembang dan negara maju.

Baca juga: IESR usul pemerintah belajar transisi energi batu bara dari Shanxi

Baca juga: IESR: Pemanfaatan hidrogen di PLTU Jawa 9-10 layak ditiru


Sementara di kawasan Asia Tenggara, terdapat Vietnam dan Thailand yang mendominasi pengembangan energi surya. “Vietnam itu total energi surya itu sampai 17 gigawatt,” ujarnya pula.

Ia mencatat pada periode 2-3 tahun belakangan, Filipina juga masif mengembangkan energi surya. Kemajuan Filipina bahkan dinilainya mengalami penambahan yang signifikan dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang diketahui lebih maju soal energi surya di kawasan Asia Tenggara.

Faktor pendorong Filipina dapat begitu masif yakni karena didukung dengan kebijakan ekonomi yang konsisten serta pasar para investor swasta yang melihat negara ini stabil.

Sementara itu, posisi Indonesia pada 2-3 tahun terakhir telah menunjukkan perbaikan atau progres yang signifikan. Namun dengan demikian untuk meningkatkan produksi energi surya, ia mengusulkan agar membangun industri modul surya yang terintegrasi dengan sel silikon. Selain itu, modul lokal juga tercatat lebih mahal dibandingkan dengan modul impor.

Hal lain yang tak kalah penting yakni diharapkan adanya transfer teknologi dan pengetahuan dari pelaku industri sehingga mampu mendorong adanya perhitungan komponen riset dan pengembangan, hal ini juga dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan institusi pendidikan.

“Keragaman riset lokal untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja dan transfer teknologi. Sehingga tidak hanya dari sisi industri saja, tapi dari sisi suplai tenaga kerja juga,” pungkasnya.

Baca juga: IESR: "Power wheeling" akselerasi pemanfaatan energi terbarukan

Baca juga: IESR dorong pemutakhiran kebijakan energi dan dekarbonisasi industri

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024